Hitam-Putih Ma'ruf Amin

Penulis

Senin, 21 Oktober 2019 07:30 WIB

Wakil Presiden Ma'ruf Amin beserta istri dan rombongan terbatas bertolak ke Jepang di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin 21 Oktober 2019. Wakil Presiden Ma'ruf Amin beserta rombongan bertolak ke Jepang untuk menghadiri penobatan Kaisar Naruhito di The Seiden (State Hall), Imperial Palace, Tokyo pada Selasa, 22 Oktober 2019. foto/Biro Setwapres

RESMI dilantik sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024, Ma’ruf Amin harus mampu menjawab keraguan banyak orang kepadanya. Sejumlah catatan suram yang pernah dia toreh semestinya menjadi tantangan bagi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu untuk menunjukkan dirinya lebih baik dari apa kata orang.

Ma’ruf dipilih Joko Widodo dan partai koalisi pada detik-detik terakhir menjelang pendaftaran pemilihan umum presiden dan wakil presiden lalu. Sulit diingkari, Ma’ruf dipilih hanya untuk urusan elektoral Jokowi-mengimbangi sentimen anti-Islam yang dipakai kubu lawan untuk menghadang sang inkumben. Sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ma’ruf dipersepsikan sebagai "tokoh perlawanan" dari sekelompok orang yang menganggap Islam di Indonesia tengah ditindas. Oleh inkumben, ia dianggap efektif sebagai tameng untuk menangkis serangan lawan politik. Sejarah mencatat, Jokowi telah menggunakan politik identitas untuk melawan politik identitas-strategi politik yang mungkin jitu meski sesungguhnya mencederai demokrasi dan membahayakan keberagaman.

Ma’ruf sendiri menyimpan banyak kontroversi. Selama dia berkiprah di Majelis Ulama Indonesia, organisasi keagamaan ini makin tidak sejalan dengan perlindungan hak-hak minoritas. Salah satunya fatwa haram kepada Ahmadiyah, yang menjadi pintu masuk terjadinya kekerasan terhadap para pengikutnya di pelbagai daerah. Ma’ruf pernah pula bersaksi ke pengadilan kasus penistaan agama yang kemudian mengantarkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, ke penjara. Ma’ruf pula yang mengeluarkan fatwa penistaan agama pada Basuki-keputusan yang membuat demonstrasi besar terjadi di Jakarta pada 4 November dan 2 Desember 2016.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang menganut sistem presidensial, jelas dinyatakan presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Dalam melaksanakan kewajiban (bukan kekuasaan) itu, presiden dibantu wakil presiden. Sebagai pembantu, wakil presiden memang setara dengan menteri, tapi jika presiden berhalangan tetap, ia adalah orang yang akan menggantikan atasannya. Dalam konteks ini, wakil presiden memegang peran penting.

Publik tentu berharap Ma’ruf mampu menjawab pelbagai tantangan. Ia harus bisa mengimbangi Jokowi, yang pada periode pertama pemerintahannya berfokus pada pembangunan ekonomi tapi mengabaikan penegakan hukum, perang terhadap korupsi, dan perlindungan terhadap kelompok minoritas. Betapapun terdengar muskil, Ma’ruf harus dapat mengambil peran dalam politik luar negeri Indonesia, pertahanan, kebudayaan, dan kebijakan nonekonomi lainnya. Sejauh ini, diketahui bahwa dia mendapat mandat untuk mengurus ekonomi syariah dan deradikalisasi kelompok garis keras agama. Ma’ruf hendaknya mau keluar dari identitas politik yang selama ini dia sandang sebagai pemimpin formal umat Islam. Sebagai wakil presiden, ia adalah pejabat negara yang mesti mengurus seluruh umat beragama dan semua golongan.

Advertising
Advertising

Mengharapkan Ma’ruf menjadi Bung Hatta mungkin berlebihan. Sejarah mengingat, kendati Sukarno-Hatta kerap disebut dwitunggal, setelah kemerdekaan, Hatta adalah pengkritik keras Sukarno. Dia mengambil posisi sebagai penyeimbang ketimbang hanya manut kepada kebijakan presiden. Salah satu yang terpenting adalah ketika Hatta menyampaikan pendapat yang bertolak belakang dengan Sukarno tentang peran warga negara dalam membangun negara. Hatta beropini bahwa setiap warga berhak terlibat dalam pembangunan dan, karena itu, partai politik sebagai wadah partisipasi politik publik tidak boleh dibatasi. Hatta mundur dari jabatan wakil presiden pada 1956 setelah kabinet konstituante terbentuk.

Dari Hatta, Ma’ruf hendaknya belajar: kekuasaan adalah amanah. Hatta menjauhkan anak dan keluarganya dari bisnis dan politik agar ia terhindar dari konflik kepentingan. Ma’ruf seyogianya waspada: gula kekuasaan dapat membuat seseorang salah langkah. Ia harus dapat mengelola keluarga agar tidak memanfaatkan posisinya sebagai pejabat publik untuk kepentingan bisnis dan politik lingkungan terdekatnya.

Jangan pernah berpikir untuk membangun dinasti politik-sesuatu yang lebih banyak memberikan mudarat ketimbang manfaat bagi Republik. Sejarah menunjukkan dinasti politik membuat konsolidasi demokrasi gagal karena kekuasaan hanya dikuasai segelintir orang. Tidak datang dari partai politik, Ma’ruf hendaknya tidak berpikir untuk mengkonsolidasi umat sebagai basis dukungan.

Lima tahun ke depan, Ma’ruf Amin dapat mencatatkan sejarah dirinya dengan tinta emas atau tinta hitam. Memasuki Istana lewat pelbagai kontroversi, ia hendaknya memilih yang pertama.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 21-27 Oktober 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya