Koalisi Pengubur Oposisi

Penulis

Rabu, 16 Oktober 2019 07:30 WIB

Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, berswafoto bersama awak media usai bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, 11 Oktober 2019. Foto: Joko Widodo

Upaya Presiden Joko Widodo merangkul partai politik yang seharusnya menjadi oposisi merupakan pertanda buruk bagi demokrasi. Bila hampir semua partai bergabung dalam pemerintahan, demokrasi akan mengalami disfungsi. Demokrasi yang sehat selalu memerlukan oposisi yang kuat.

Pertemuan terakhir Jokowi dengan Prabowo Subianto menguatkan sinyal bahwa Partai Gerindra akan bergabung dalam koalisi besar pendukung pemerintah. Sinyal serupa muncul ketika Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional. Praktis, tinggal Partai Keadilan Sejahtera yang belum digoda untuk merapat ke Istana.

Berbekal sokongan koalisi yang menguasai 60 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Jokowi sebetulnya tidak perlu merayu Gerindra, Demokrat, dan PAN. Merangkul mereka ke dalam pemerintahan hanya akan mematikan mekanisme pengawasan dan penyeimbangan (checks and balances) dalam sistem demokrasi.

Di DPR, pemerintah tak hanya memerlukan barisan politikus yang selalu memuji-muji. Pemerintah juga membutuhkan oposisi yang kritis untuk menguji setiap usulan kebijakan dan rancangan anggaran. Oposisi yang kuat dan substantif-bukan asal beda-juga akan menjaga pemerintah agar tak melenceng dari rel aturan.

Dalih bahwa pemerintah perlu terus memperbesar koalisi untuk menjaga stabilitas politik dan kelancaran pembangunan jelas mengada-ada. Ketika DPR dikuasai satu blok politik besar, yang bakal terjadi justru konsolidasi oligarki dan kartel politik. Setelah bertarung keras dalam pemilu, para anggota kartel politik itu akan bahu-membahu mempertahankan kekuasaan dan segala hak istimewa mereka, tanpa mempedulikan lagi aspirasi pemilihnya.

Advertising
Advertising

Bahaya hilangnya checks and balances di DPR sudah terbukti dalam pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi serta sejumlah rancangan undang-undang bermasalah lainnya. Dalam hal pelemahan KPK-yang bisa membuat para politikus lebih leluasa menjarah uang negara-tak ada satu partaipun yang bersuara berbeda.

Tetenger lain menguatnya oligarki adalah rencana Majelis Permusyawaratan Rakyat mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945. Lewat pemberlakuan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara, MPR akan memaksa presiden pilihan rakyat menjalankan program pembangunan ciptaan politikus Senayan. Melalui amendemen konstitusi, MPR juga bisa menghapus sistem pemilihan presiden langsung. Bila terjadi, hal ini merupakan kemunduran besar dalam demokrasi.

Menguatnya oligarki dan lenyapnya partai oposisi hanya akan memicu lahirnya kembali oposisi jalanan, yakni unjuk rasa mahasiswa yang berkolaborasi dengan kekuatan masyarakat sipil. Hal ini akan menciptakan suasana politik yang panas dan tidak stabil-situasi yang justru bertolak belakang dengan harapan pemerintah saat merangkul hampir semua partai.

Presiden Jokowi semestinya menyadari bahwa penguatan oligarki cenderung mengundang perlawanan masyarakat sipil karena aspirasi mereka tidak tersalurkan. Memberi ruang bagi sebagian partai untuk menjadi oposisi justru akan menyehatkan sistem politik.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 16 Oktober 2019

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya