Langit Runtuh Revisi Undang-Undang KPK

Penulis

Sulardi

Senin, 7 Oktober 2019 08:25 WIB

Ahli Ekonomi Emil Salim memberikan keterangan saat konferensi pers "Menyikapi Rencana PERPPU KPK" di Galeri Cemara 6, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019. Dalam konferensi pers ini para tokoh menyampaikan pentingnya Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan PERPPU KPK untuk menindak lanjuti RUU KPK yang dianggap melemahkan KPK. TEMPO/Muhammad Hidayat

Sulardi
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammdiyah Malang

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada pertengahan September lalu. Undang-undang ini belum mempunyai kekuatan hukum mengikat karena masih memerlukan dua langkah lagi: disahkan oleh presiden selaku kepala negara dan diundangkan dalam Lembaran Negara.

Sejauh ini, presiden belum menandatangani undang-undang tersebut. Posisi presiden kini menjadi dilematis. Di satu sisi, presiden mendapat masukan dan dorongan dari berbagai pihak untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu). Di sisi lain, undang-undang ini merupakan produk hukum DPR yang disetujui penuh oleh partai politik yang berkoalisi mencalonkan kembali Joko Widodo sebagai presiden periode kedua.

Keberadaan undang-undang ini bisa dikaitkan dengan “fiat justitia ruat coelum” (“tegakkan hukum walaupun langit runtuh”), salah satu frasa yang terkenal di bidang hukum. Pada prinsipnya, ungkapan itu bermakna apa pun yang terjadi, hukum telah ditetapkan dan harus dilaksanakan.

Dalam pengertian negatif, contoh pelaksanaan dari frasa ini dialamatkan kepada kisah Gnaeus Calpurnius Piso, Gubernur Romawi kuno. Dalam satu kasus, Piso menjatuhkan hukuman mati kepada serdadu yang dituduh telah membunuh temannya. Namun, pada detik-detik terakhir menjelang serdadu itu dieksekusi, serdadu yang dikira telah dibunuh itu muncul. Algojo pun mengurungkan eksekusinya dan melapor kepada Piso bahwa serdadu yang disangka telah dibunuh itu ternyata masih hidup. Alih-alih memperbaiki putusan vonis matinya, Piso marah dan justru menghukum mati algojo tersebut karena menolak menjalankan putusan pengadilan, juga serdadu yang disangka dibunuh. Kesalahan Piso dalam mengambil keputusan bukannya dikoreksi, tapi justru diikuti kesalahan berikutnya dengan menghukum mati algojo dan serdadu yang disangka dibunuh itu.

Advertising
Advertising

Ungkapan fiat justitia ruat coelum menjadi relevan dengan isu aktual mengenai Undang-Undang Perubahan KPK yang sangat menyita perhatian publik saat ini. Dengan pendekatan negatif fiat justitia ruat coelum, seburuk apa pun undang-undang itu, ia harus tetap dihormati, harus dilaksanakan, dan harus ditaati. Untungnya, ada beberapa kalangan, terutama kalangan akademikus, yang menyarankan agar Presiden Jokowi membuat Perpu KPK sebagai langkah hukum untuk memperbaikinya. Perpu menjadi sarana koreksi atas kekurangan yang terdapat di dalam undang-undang itu.

Dasar hukum hadirnya Perpu terdapat pada Pasal 22 UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak mengajukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Sejauh ini, Perpu sering menjadi jalan pintas untuk mengatur berbagai persoalan karena aturan ini dapat diberlakukan tanpa persetujuan DPR. Meskipun demikian, dalam masa sidang DPR berikutnya, Perpu akan diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.

Pasal tersebut ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009 bahwa alasan yang dapat dijadikan dasar oleh presiden untuk mengeluarkan Perpu ialah adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang, undang-undang yang dimaksud belum mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum, dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan membuat undang-undang yang sesuai dengan prosedur pembuatan undang-undang. Melihat kondisi saat ini, sangatlah tepat bagi presiden untuk membuat Perpu yang isinya mengoreksi Undang-Undang Perubahan KPK.

Bila presiden bersedia membuat Perpu itu, makna negatif ungkapan fiat justitia ruat coelum tidak akan terjadi di negara ini. Presiden Jokowi sesungguhnya beruntung mendapat masukan positif dari kalangan cendekiawan dan masyarakat melalui aksi mahasiswa.

Pengambilan keputusan membuat Perpu KPK memang keputusan yang berat dan dilematis karena bertolak belakang dengan keinginan partai politik pengusung Jokowi. Namun presiden harus berani mengambil keputusan dan berani mengambil risiko. Perlu diingat, tidak ada dasar bagi DPR untuk memakzulkan presiden dengan alasan mengeluarkan perpu ini.

Perpu semacam ini pernah diterbitkan pada masa akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Perpu Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang dikenal sebagai Perpu Pemilihan Kepala Daerah. Perpu ini diterbitkan pada 2 Oktober 2014, hanya berselang seminggu setelah rancangan Undang-Undang Pilkada disahkan DPR.

Bila Presiden Jokowi berkenan mengeluarkan Perpu KPK, yang isinya minimal mengembalikan KPK seperti undang-undang sebelumnya, Jokowi akan dikenang sebagai presiden yang pro-pemberantasan korupsi, bukan presiden yang mengikuti jejak Piso yang memaksakan penegakan hukum meski langit runtuh. Mudah-mudahan Presiden Jokowi memiliki nyali yang cukup sehingga mengabaikan kepentingan politik dan memihak kepada keadilan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

12 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya