Setelah Menpora Tersangka

Penulis

Jumat, 20 September 2019 07:00 WIB

Menpora Imam Nahrawi memberikan keterangan pers pengunduran dirinya di Kantor Kemenpora, Jakarta, Kamis 19 September 2019. Imam Nahrawi resmi mengundurkan diri dari jabatan Menpora usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian dana hibah KONI. TEMPO/M Taufan Rengganis

Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka ibarat dentang lonceng peringatan terakhir untuk Presiden Joko Widodo dan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan. Setelah parlemen dan Presiden bersepakat memandulkan gerakan antikorupsi dengan pengesahan revisi Undang-Undang KPK awal pekan ini, kasus Imam mengingatkan publik betapa kita membutuhkan komisi antikorupsi yang trengginas.

Imam Nahrawi adalah menteri pertama dalam kabinet Jokowi yang menjadi tersangka kasus korupsi. Sebelumnya memang ada Idrus Marham, Menteri Sosial, yang juga dicokok KPK karena menerima suap. Tapi kasusnya terjadi ketika Idrus menjadi anggota parlemen, bukan pejabat di bawah Jokowi. Ke depan, dengan KPK yang sudah dikebiri, kecil kemungkinan pejabat lancung di lingkaran dalam RI-1 bisa diberangus.

Imam sendiri diduga menerima suap berjumlah total Rp 26,5 miliar dari pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia. Fulus disetor agar politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini memuluskan pencairan dana hibah sebesar Rp 90 miliar dari kementeriannya untuk organisasi itu. Peran Imam terbongkar setelah KPK menyeret tiga anak buahnya-Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Mulyana dan dua anggota stafnya, yakni Adhi Purnomo dan Eko Triyanta-ke meja hijau. Selain mereka bertiga, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E. Awuy juga diringkus. Semuanya sudah divonis bersalah.

Setelah semua aktor skandal ini terungkap, penetapan Imam sebagai tersangka memang tinggal menghitung hari. Pasalnya, pencairan dana hibah KONI tak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan dan persetujuan Imam. Masalahnya, Imam bukan satu-satunya menteri Jokowi yang kini tersandung kasus korupsi.

Nama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sudah disebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, setelah saksi dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur mengaku mengirim uang ke rekeningnya. Ada juga nama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, yang muncul dalam berkas pemeriksaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Bowo Sidik Pangarso, yang menerima suap untuk mengamankan kebijakan perdagangan gula. Terakhir, nama Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga terseret kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1.

Advertising
Advertising

Idealnya, kabar miring soal indikasi korupsi menteri-menteri itu ditindaklanjuti KPK dengan penyelidikan yang spartan, yang-jika dibutuhkan-dilengkapi dengan penyadapan telepon pihak-pihak yang diduga bermain. Sayangnya, setelah revisi Undang-Undang KPK nanti berlaku, penyelidik KPK belum tentu diizinkan menyadap mereka yang punya kedekatan dengan kekuasaan.

Sudah berkali-kali publik mengingatkan Presiden agar selektif memilih pembantunya. Keberadaan menteri-menteri dari partai politik, yang kerap mengemban tugas mencari dana untuk kas partai, adalah beban untuk Jokowi. Untungnya, dia tak perlu repot-repot mencari calon menteri yang bersih untuk kabinet berikutnya, karena toh kini KPK sudah tak bergigi lagi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya