Hari Kemenangan Koruptor Nasional

Penulis

Kamis, 19 September 2019 07:00 WIB

Wadah Pegawai KPK bersama para aktivis antikorupsi melakukan aksi renungan dan malam di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 17 September 2019. Wadah Pegawai KPK dan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melakukan malam renungan bertajuk "Pemakaman KPK" untuk menyikapi pelemahan KPK seusai DPR mengesahkan revisi UU KPK. TEMPO/Imam Sukamto

PEMERINTAH bersama Dewan Perwakilan Rakyat agaknya serius berusaha melumpuhkan gerakan antikorupsi di negeri ini. Setelah kelar mematikan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan menunjuk pemimpin KPK yang komitmennya diragukan, lalu menyepakati revisi Undang-Undang KPK dan KUHP, kini tiba giliran merevisi Undang-Undang tentang Pemasyarakatan. Revisi ini akan membuat narapidana korupsi bisa mendapat remisi dan pembebasan bersyarat seperti halnya maling ayam dan copet atau perkara kriminal biasa. Inilah "Hari Kemenangan Koruptor Nasional".

Pemerintah dan DPR sudah menyepakati revisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu pada Selasa lalu. Revisi ini membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012, yang mengatur persyaratan dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, tidak berlaku lagi. Padahal PP Nomor 99 Tahun 2012 ini membuat narapidana korupsi hanya bisa mendapat remisi jika membantu membongkar perkara (justice collaborator). Selan itu, untuk memberikan pembebasan bersyarat kepada napi korupsi, Direktur Jenderal Pemasyarakatan wajib mengantongi rekomendasi KPK.

Dengan gugurnya PP Nomor 99 Tahun 2012, maka yang berlaku adalah PP sebelumnya, Nomor 32 Tahun 1999. Mengacu pada PP Nomor 32 ini, narapidana korupsi bisa mengajukan remisi dan pembebasan bersyarat. Memang hakim bisa menetapkan dalam putusannya agar napi korupsi tidak mendapat remisi atau jenis-jenis keringanan hukuman lain. Masalahnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa tak semua hakim kebal dari jual-beli perkara.

Apa alasan merevisi UU tentang Pemasyarakatan ini? Alasan pemerintah sungguh tak masuk akal. Revisi dilakukan demi mengurangi jumlah narapidana, sehingga penjara tidak kelebihan beban. Jelas pemerintah keliru pikir. Pertama, jumlah napi korupsi hanya sekitar 1 persen dari jumlah total narapidana. Kedua, penuhnya penjara sebenarnya terjadi karena negara gampang sekali memenjarakan orang. Menurut penelitian Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dari1.601 perbuatan yang bisa dikategorikan tindak pidana, 1.424 di antaranya berakhir di penjara.

Menurut catatan Tempo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sudah sejak awal 2015 mengungkapkan keinginan untuk mengubah PP Nomor 99. Namun, karena kala itu dukungan publik terhadap KPK sangat kokoh, niat tersebut dibatalkan.

Advertising
Advertising

Sikap pemerintah yang memberi angin kepada napi korupsi juga tampak dalam skandal Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Ketika Tempo pada awal 2017 menemukan napi korupsi menerima aneka fasilitas di LP Sukamiskin, Yasonna-dalam revisi UU KPK hingga UU Pemasyarakatan menjadi wakil pemerintah-berjanji akan melakukan penertiban. Namun, baru setahun penertiban di LP itu dilakukan, KPK menangkap basah kepala lapasnya yang diduga menerima suap dari napi korupsi.

Senyampang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, masyarakat sipil harus terus menyuarakan penolakan terhadap berbagai aturan baru yang tidak sejalan dengan demokrasi dan semangat antikorupsi. Publik tak boleh membiarkan demokrasi mundur dan korupsi kembali merajalela.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya