Membendung Perokok Lewat Cukai

Penulis

Selasa, 17 September 2019 07:30 WIB

Pemerintah menaikkan cukai rokok 23 persen diharapkan dapat menekan jumlah perokok.

KEPUTUSAN pemerintah untuk menaikkan tarif cukai dan harga jual rokok merupakan langkah yang tepat untuk menekan angka perokok, yang dampak negatifnya juga menyerang orang yang tidak merokok, sekaligus meningkatkan pemasukan negara. Secara filosofis, cukai merupakan sin tax alias pajak dosa. Cukai dan harga jual yang tinggi akan membuat konsumen berpikir ulang sebelum membeli rokok.

Pada akhir pekan lalu, pemerintah menaikkan cukai rokok 23 persen, berlaku sejak 1 Januari 2020. Kenaikan itu mendongkrak harga jual eceran rokok meningkat 35 persen dari harga jual saat ini. Hitung-hitungannya, harga rata-rata sigaret kretek mesin isi 20 batang yang Rp 25 ribu naik menjadi sekitar Rp 34 ribu per awal tahun depan. Meski ditentang oleh industri dan perokok, kenaikan tersebut masih sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Cukai yang membatasi kenaikan di angka 57 persen. Terlebih, tahun lalu tidak ada peningkatan tarif cukai rokok.

Cukai merupakan instrumen penting dalam pengendalian konsumsi rokok. Saat ini sekitar 70 persen warga laki-laki Indonesia merupakan perokok. Jumlah tersebut tak kunjung berkurang lantaran pertumbuhan perokok baru yang tinggi dari kelompok perempuan dan anak-anak. Masyarakat miskin menjadi kelompok paling rentan karena pengeluaran rokok menjadi prioritas kedua setelah beras, mengalahkan keperluan pendidikan dan kesehatan.

Empat ribu zat kimia yang terkandung dalam rokok berhubungan langsung dengan kematian 200 ribu orang setiap tahun akibat kanker, serangan jantung, dan stroke. Tapi niat pemerintah mengendalikan rokok lewat Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009, termasuk pembatasan iklan dan peringatan di bungkus rokok, sia-sia karena harga yang murah. Di kaki lima, rokok kretek dapat diperoleh secara ketengan dengan harga Rp 1.000 per batang, lebih murah dari bayaran masuk WC umum.

Indonesia tetap menjadi surga rokok dan perokok. Harga rata-rata Rp 34 ribu per bungkus pasca-kenaikan mungkin belum dapat membuat perokok kapok. Di Thailand, harga sebungkus rokok putih isi 20 mencapai Rp 59 ribu dan di Malaysia sekitar Rp 57 ribu. Sedangkan di Singapura, barang yang sama dibanderol setara Rp 144 ribu.

Advertising
Advertising

Terdapat korelasi langsung antara harga dan tingkat perokok. Pada 2000, sebanyak 24,5 persen orang dewasa Australia merupakan perokok. Tapi, semenjak harga rokok melambung-kini harga sebungkus rokok putih isi 20 setara Rp 289 ribu-perokok di negeri itu tinggal 14 persen.

Semangat pengenaan cukai adalah pembatasan barang yang berdampak negatif pada masyarakat dan lingkungan. Tidak hanya produk olahan tembakau, tapi juga minuman beralkohol dan etanol. Jika ingin menurunkan jumlah perokok secara signifikan, harga rokok mesti dibuat jauh lebih tinggi lagi. Sejumlah studi menunjukkan batas yang membuat perokok Indonesia berpikir ulang untuk membeli rokok adalah Rp 60-70 ribu per bungkus.

Jika angka perokok berhasil ditekan lewat kenaikan harga, pekerjaan rumah selanjutnya adalah memastikan mantan perokok tidak beralih ke produk lain. Misalnya, rokok elektrik yang dampak kesehatannya masih menjadi perdebatan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya