Mawas Diri Soal Investasi

Penulis

Kamis, 12 September 2019 07:30 WIB

Presiden Jokowi (kanan) didampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kiri) mengamati salah satu produk mobil keluaran pabrik mobil Esemka saat meresmikan pabrik mobil PT. Solo Manufaktur Kreasi (Esemka) di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat, 6 September 2019. Tujuh tahun berlalu, kini pabrik mobil Esemka dengan nilai investasi sebesar Rp 600 miliar tersebut dapat memproduksi mobil mencapai 18 ribu unit per tahun atau 1.500 unit per bulan. ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho

TAK diliriknya Indonesia oleh investor asing seharusnya membuat pemerintah Joko Widodo mawas diri. Pembangunan infrastruktur yang gencar pada periode pertama Jokowi belum bisa memancing investor melirik negeri ini. Sebab, memang, ada banyak hal yang ditimbang oleh mereka sebelum membenamkan modal.

Pengusaha yang berinvestasi langsung akan berpikir untuk kepentingan jangka panjang. Sebab, mereka harus mengurus segala perizinan, membangun pabrik, merekrut tenaga kerja, dan menyiapkan jaringan bisnis. Infrastruktur yang membaik saja tidak cukup. Industri memerlukan pelbagai penopang agar usaha berkelanjutan.

Maka, sesungguhnya Presiden Joko Widodo tak perlu kesal ketika mendengar tak ada satu pun dari 33 perusahaan terbuka asal Cina yang merelokasi pabrik ke Indonesia. Mereka memilih negara seperti Vietnam, Thailand, dan Meksiko. Negara-negara itu dianggap lebih baik dalam hal melindungi uang para investor ketimbang Indonesia.

Peringkat kemudahan berinvestasi Vietnam, misalnya, memang lebih tinggi dibanding Indonesia. Tahun ini, peringkat kemudahan kita turun dari 72 ke 73, sementara Vietnam bertengger di peringkat ke-69. Artinya, bukan hal yang aneh jika para investor lebih melihat negeri itu ketimbang Indonesia, meski negeri ini memiliki konsumen yang jauh lebih banyak. Toh, dengan teknologi, pemasaran barang kini bisa lintas negara dengan mudah.

Data terbaru Bank Dunia pun memperlihatkan sejumlah indikator kemudahan investasi di Indonesia melorot justru pada faktor penting, seperti perizinan konstruksi, perlindungan investor minoritas, perdagangan lintas batas, dan penegakan kontrak. Vietnam punya keunggulan di empat indikator yang penting ini.

Advertising
Advertising

Hal lain yang acap dipertimbangkan oleh para investor adalah kepastian hukum dan keamanan. Pemerintah Jokowi jeblok dalam dua hal ini. Komisi Pemberantasan Korupsi akan dilemahkan oleh para politikus dan hukum cenderung diperdagangkan. Keamanan pun rentan akibat pemerintah tak cekatan mencegah-bahkan main-main-isu-isu sensitif, seperti Papua.

Belakangan, Presiden Jokowi malah lebih syur pada urusan memindahkan ibu kota yang menyedot banyak energi dan menimbulkan kegaduhan yang tak perlu. Jika benar Jokowi ingin membuat ekonomi Indonesia digdaya, seharusnya ia berfokus memerangi faktor penghambat investasi. Pemerintah perlu membenahi hukum perburuhan, kualitas tenaga kerja, hingga soal keamanan dan politik. Sebab, di tengah inflasi yang naik, nilai tukar rupiah yang melemah, investasi langsung adalah obat mujarab untuk menegakkan ekonomi Indonesia yang loyo akibat defisit neraca perdagangan yang membengkak.

Tanpa investasi langsung, ekonomi Indonesia terancam meledak dalam krisis karena penahannya hanya uang panas portofolio yang gampang kabur begitu situasi ekonomi memburuk. Maka, pemerintah Jokowi seharusnya meninggalkan berbagai program yang bukan prioritas dan segera membenahi masalah di depan mata, seperti urusan kemudahan berinvestasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya