Salah Langkah Menangani Veronica

Penulis

Selasa, 10 September 2019 07:30 WIB

Veronica Koman, pengacara hak asasi manusia dan pendamping mahasiswa Papua di Surabaya, menjadi tersangka karena dianggap melakukan provokasi dan menyebarkan berita bohong di media sosial. Facebook/Veronica Koman

Keputusan polisi menjadikan Veronica Koman sebagai tersangka penghasutan kerusuhan Papua jelas mengada-ada. Selain tuduhan itu mudah dipatahkan, penetapan Veronica sebagai tersangka mengaburkan akar sebenarnya dari kerusuhan yang meletup di Papua dan Papua Barat.

Veronica ditetapkan sebagai tersangka sejak pekan lalu atas tuduhan menyebarkan konten provokatif dan berita palsu di media sosial. Kepolisian Daerah Jawa Timur menjerat aktivis hak asasi manusia itu dengan pasal berlapis melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Langkah polisi yang eksesif menjerat pidana orang-orang yang bersuara lantang sungguh disesalkan.

Suara lantang Veronica mengenai Papua semestinya dilihat sebagai bagian dari kemerdekaan berekspresi menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk di media sosial. Polisi cukup melakukan klarifikasi bila informasi yang Veronica sampaikan tidak akurat, termasuk menunjukkan bagian mana dari pernyataannya yang mengandung kabar bohong.

Sebagai pengacara yang sering mendampingi mahasiswa Papua, wajar bila Veronica kerap mencuitkan perkembangan informasi yang tengah terjadi di sana melalui akun media sosialnya. Konten yang disampaikan Veronica pun banyak berisi video kejadian di Papua. Apa yang dia sampaikan sebenarnya bisa diuji dan dibandingkan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.

Di sinilah dibutuhkan kebesaran hati polisi dan tentara. Untuk membuktikan sahih-tidaknya informasi yang disebarluaskan Veronica, kedua institusi itu harus jujur kepada publik dalam menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi di Papua. Termasuk terbuka dan berterus terang perihal persekusi dan diskriminasi rasial yang terjadi di asrama Papua di Surabaya, Jawa Timur. Sebab, insiden itulah yang memicu kerusuhan yang meluas di Bumi Cenderawasih.

Advertising
Advertising

Daripada sibuk mencari keberadaan Veronica, Polda Jawa Timur semestinya fokus mengusut kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua. Persekusi dan umpatan melecehkan tak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. Polda Jawa Timur memang telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara ini. Salah satunya adalah pegawai negeri Pemerintah Kota Surabaya. Tapi penetapan tersangka itu baru dilakukan hampir dua pekan setelah persekusi terjadi. Padahal kerusuhan setidaknya bisa diminimalkan bila polisi sigap mengusut kasus rasisme di Surabaya.

Pemerintah dan aparat keamanan harus sadar bahwa umpatan melecehkan bisa dengan mudah menyulut bara konflik yang sudah lama mengakar. Ketidakpuasan itu terjadi sejak era Orde Baru. Pendekatan keamanan yang memicu berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM telah membuat penduduk Papua kecewa.

Yang dibutuhkan mereka adalah rasa keadilan atas berbagai pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di sana. Rasa keadilan itu tidak cukup diukur dengan membangun infrastruktur. Lebih jauh dari itu, pemerintah harus segera menyelesaikan sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Pelaku kejahatan harus mendapatkan hukuman setimpal.

Pemenuhan hak masyarakat Papua mesti menjadi prioritas pemerintah. Hanya dengan cara itulah kepercayaan masyarakat Papua berangsur-angsur pulih. Penetapan tersangka terhadap Veronica tidak menyelesaikan akar persoalan di sana.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya