Mengapa Papua Membara

Senin, 2 September 2019 07:30 WIB

Warga Papua memakai pakaian adat dan menari dalam acara Yospan Papua saat Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 1 September 2019. Menurut panitia, acara yang dikemas dengan musik dan tarian ini digelar untuk menunjukkan bahwa warga Papua memiliki budaya yang energik sesuai dengan alam dan kondisi tanah di Papua. TEMPO/M Taufan Rengganis

Bagong Suyanto
Guru Besar FISIP Universitas Airlangga. Pernah meneliti dampak industrialisasi di Papua.

Aksi kerusuhan yang meletup di Papua tak kunjung selesai. Meski telah dilakukan berbagai pendekatan persuasif dan pembatasan akses informasi agar hoaks tidak makin meluas, ternyata itu semua tidak banyak bermanfaat. Berita terakhir melaporkan, suasana di Jayapura makin mencekam karena dilanda aksi perusakan dan pembakaran sejumlah fasilitas publik dan bangunan komersial.

Lebih dari sekadar unjuk rasa biasa, kerusuhan yang pecah di Papua sebagian dipicu oleh beredarnya kabar bohong atau hoaks yang membuat suasana batin masyarakat Papua semakin panas. Massa yang berbaur dalam kerumunan pun dengan mudah termakan hoaks, kemudian melampiaskannya dengan merusak sejumlah fasilitas publik.

Banyak faktor yang menyebabkan Papua terus membara. Isu pengusiran mahasiswa Papua, hoaks foto warga Papua yang tewas dianiaya aparat di Surabaya, dan kabar bohong yang menceritakan Kepolisian Resor Surabaya menculik dua pengantar makanan untuk mahasiswa Papua bercampur aduk menjadi rumor yang liar. Masyarakat Papua yang sudah telanjur emosi pun dengan cepat tersulut.

Isu penyerbuan dan pengusiran mahasiswa Papua di Surabaya dan persekusi yang menyudutkan mahasiswa Papua tidak hanya membuat rasa solidaritas mereka bangkit dengan cepat, tapi juga rasa sakit hati kembali muncul di atas luka lama. Seperti yang beredar di media sosial, penyebutan mahasiswa Papua dengan kata-kata yang merendahkan bagaimanapun telah menyakiti hati mereka. Di tengah kemarahan yang berkecamuk, ketika ada pihak ketiga yang mengail di air keruh, kerusuhan pun tidak lagi bisa dicegah.

Advertising
Advertising

Untuk mencegah aksi kerusuhan di Papua tidak makin berkembang, pemerintah dilaporkan telah mengambil berbagai langkah yang diperlukan. Kementerian Komunikasi dan Informatika misalnya, telah memperlambat akses Internet di beberapa wilayah Papua agar hoaks tidak makin menyebar. Selain itu, kepolisian telah melacak pembuat dan penyebar hoaks yang membangkitkan sentimen masyarakat Papua.

Dalam batas-batas tertentu, tindakan cepat pemerintah meredam aksi kerusuhan di Papua harus diakui telah berhasil memadamkan api ketidakpuasan yang telanjur menyala. Namun apakah tindakan pemerintah benar-benar berhasil mematikan api hingga ke akar-akarnya? Tentu masih bisa diperdebatkan. Buktinya, di Jayapura, aksi kembali muncul dalam skala yang makin mencemaskan.

Kerusuhan di sejumlah daerah di Papua belum lama ini sesungguhnya bukan aksi yang berdiri sendiri. Itu semua merupakan aksi yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan sejarah dan pengalaman traumatis yang dialami masyarakat Papua.

Pembangunan yang berlangsung di Papua selama ini hanya mencakup aspek-aspek teknis dan finansial tanpa memperhitungkan biaya sosial yang harus ditanggung penduduk lokal, terutama eksistensi adat istiadat dan hak-hak adat masyarakat setempat. Ini terbukti hanya melahirkan sejumlah masalah sosial-budaya. Kesenjangan budaya antara kultur kapitalisme yang sudah mengglobal dan sistem nilai tradisional telah menimbulkan kejutan budaya.

Studi yang dilakukan Ngadisah, Konflik Pembangunan dan Gerakan Sosial-Politik di Papua (2003), misalnya, menemukan bahwa sebagian warga pribumi Papua yang menolak kehadiran Freeport dan aktivitas industrialisasi lain tidak sekadar melakukan protes sosial, tapi juga melakukan serangkaian aksi yang dapat ditengarai sebagai suatu gerakan sosial.

Ibarat bara api, ketidakpuasan, kekesalan, dan dendam sesungguhnya telah lama berkecamuk dan membekas di benak sebagian besar masyarakat Papua. Pengalaman pada masa lalu telah menorehkan luka yang mendalam dan menyebabkan masyarakat Papua cepat panas tatkala mereka merasa kembali diperlakukan tidak adil.

Menyembuhkan luka lama masyarakat Papua memang membutuhkan waktu. Kendati upaya untuk membangun Papua agar tidak ketinggalan dengan provinsi lain di Indonesia terus dilakukan, hasilnya memang tidak bisa seketika tampak dan dirasakan masyarakat Papua secara keseluruhan.

Saat ini, masyarakat Papua umumnya mensyukuri pemerintah sudah berusaha keras membuka isolasi dengan pembangunan jalan Trans-Papua. Namun, agar upaya pemerintah menyediakan fasilitas dasar untuk membuka isolasi tidak kontraproduktif, ke depan negara bertugas memastikan pembangunan jalan itu benar-benar bermanfaat bagi masyarakat lokal. Jangan sampai pembangunan itu justru menjadi karpet merah bagi industrialisasi yang kapitalistik dan mengeksploitasi Papua.

Sepanjang masyarakat Papua masih diperlakukan sebagai penonton atas pembangunan dan perubahan yang terjadi di wilayahnya, sepanjang itu pula aksi-aksi kerusuhan akan tetap berpotensi pecah. Kasus mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya adalah pemicu. Akar masalahnya adalah bagaimana mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

8 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya