Kendaraan Bermotor dan Polusi Jakarta

Kamis, 22 Agustus 2019 07:00 WIB

Kendaraan melintas di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2019. Perluasan 16 rute baru Ganjil-Genap yaitu: Jalan Pintu Besar Selatan, Gajah Mada, Hayam Wuruk, Majapahit, Sisingamangaraja, Panglima Polim, Fatmawati, Suryopranoto, Balikpapan, Kyai Caringin, Tomang Raya, Pramuka, Salemba Raya, Kramat Raya, Senen Raya, dan Gunung Sahari. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Haryo Pradono
Pengamat Otomotif

Kualitas udara Jakarta kini menjadi sorotan karena polusi yang sudah mulai mengkhawatirkan. Pada 11 Agustus lalu, misalnya, kualitasnya, menurut air quality index (AQI), berada pada angka 171-angka terendah sejauh ini. Levelnya sudah merah, yang berarti tidak sehat. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, 75 persen penyebab polusi udara di Jakarta adalah transportasi, sisanya adalah industri dan domestik. Tak mengherankan jika rencana pengurangan polusi oleh pemerintah Jakarta difokuskan pada transportasi.

Gubernur Jakarta Anies Baswedan dalam beragam kesempatan menyampaikan sejumlah rencana untuk mengurangi polusi, dari perluasan aturan ganjil-genap, pembatasan truk berat di jalan tol lingkar luar Jakarta, hingga pembatasan usia mobil di bawah 10 tahun. Inti dari semua rencana itu adalah pengurangan kendaraan bermotor di jalanan Jakarta.

Pengurangan penggunaan kendaraan bermotor tentu saja harus dilakukan karena besarnya kontribusi mereka pada buruknya kualitas udara. Yang perlu dipertanyakan adalah kebijakan mana yang tepat dan dapat mengurangi secara signifikan polusi udara di Ibu Kota? Dalam tulisan ini saya akan berfokus pada dua hal, yaitu pembatasan truk dan usia kendaraan.

Pembatasan truk mungkin diajukan karena truk-truk berat dianggap mengeluarkan asap hitam yang pekat dari knalpot mereka. Asap hitam itu dianggap memberikan sumbangan besar bagi polusi Jakarta. Ada dua hal yang harus kita perhatikan dalam hal ini: persentase jumlah truk dan seberapa polutan gas buang mereka.

Advertising
Advertising

Soal jumlah menjadi penting karena membatasi kendaraan yang jumlahnya tidak signifikan akan memberikan dampak yang juga tidak signifikan. Jumlah truk atau kendaraan beban di Jakarta pada 2018, menurut Badan Pusat Statistik, sekitar 700 ribu unit. Jumlah ini kalah jauh bila dibandingkan dengan mobil penumpang yang berjumlah 4 juta unit, atau bahkan sepeda motor yang berjumlah 14,7 juta unit. Dari sini saja sebenarnya sudah terlihat bahwa lebih signifikan jika kita membatasi sepeda motor atau mobil penumpang.

Bagaimana dengan gas buang truk? Truk memakai mesin diesel yang ditemukan oleh Rudolf Diesel pada 1872. Berbeda dengan mesin bensin yang dibakar dengan percikan api dari busi, dalam mesin diesel, bahan bakar terbakar sendiri karena kompresi yang tinggi. Getaran mesin dan kepekatan gas buang memang lebih tinggi daripada mesin bensin. Tapi apakah itu berarti mesin diesel lebih menghasilkan polutan?

Pada umumnya, ada empat gas polutan yang dikeluarkan oleh mesin, yaitu karbon monoksida (CO), nitrogen monoksida dan nitrogen dioksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan karbon dioksida (CO2). Dari keempat gas ini, CO adalah yang paling dominan dan berpengaruh terhadap lingkungan. Pada Tabel Baku Mutu Emisi, kandungan CO mesin diesel disyaratkan lebih rendah daripada mesin bensin. CO mesin diesel maksimal 0,5 ppm, sementara mesin bensin 1 ppm. Artinya, mesin bensin sebenarnya, dalam kondisi standar sekalipun, lebih polutan dibanding mesin diesel.

Dengan demikian, pembatasan penggunaan truk, baik dari sisi jumlah maupun kualitas gas buangnya, mungkin tidak memberi perubahan signifikan pada kualitas udara Jakarta. Berkurang, ya. Signifikan, mungkin tidak.

Soal pembatasan usia mobil, jika aturan ini dilaksanakan pada 2020, mobil-mobil keluaran 2010 dan yang lebih tua akan dilarang di Jakarta. Apakah benar mobil-mobil tersebut merupakan sumber polusi yang signifikan?

Sejak awal 2000-an, mobil-mobil berbahan bakar bensin sebenarnya sudah memakai catalytic converter, yang terletak di antara mesin dan knalpot. Fungsinya, menyaring gas karbon agar nilai CO yang keluar nol. Keberadaan alat ini wajib dan termasuk aturan Euro 4 atau Standar Emisi Eropa. Tidak ada mobil bensin yang diizinkan keluar dari pabrik tanpa alat ini. Alat ini juga tidak boleh rusak karena akan membuat kualitas emisi buruk dan mobil berjalan tidak seimbang.

Dengan demikian, bisa dipastikan mobil-mobil bensin yang keluar belakangan ini, termasuk yang keluar pada 2008, memiliki catalytic converter yang membuat hampir tidak ada karbon yang keluar dari knalpot mereka.

Artinya, membatasi usia mobil pada 10 tahun sepertinya tidak terlalu efektif karena mobil di bawah itu pun sebenarnya memiliki sistem emisi tanpa karbon. Mungkin jika pembatasannya hingga 20 tahun, ada beberapa mobil bensin tanpa catalytic converter yang terjaring.

Lalu apa yang harus dibatasi? Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, berpendapat bahwa pembatasan sepeda motor lebih baik ketimbang perluasan ganjil-genap. Djoko menilai polusi di Jakarta dan sekitarnya sebagian besar disumbang oleh kendaraan roda dua karena jenis kendaraan tersebut yang paling banyak dipakai (75 persen).

Apalagi sepeda motor pada umumnya memakai pembakaran tunggal, sehingga tidak terjadi pembakaran optimal. Sepeda motor juga tidak dilengkapi dengan catalytic converter, sehingga akan mengeluarkan karbon yang lebih banyak.

Tentu saja, penyebab polusi tidaklah tunggal. Segala opsi harus dikaji. Namun pada akhirnya kita harus memilih yang paling efektif dan efisien.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya