Berebut Jabatan di MPR

Penulis

Rabu, 21 Agustus 2019 07:30 WIB

Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2019 pada Sidang Bersama DPR-RI dan DPD-RI, Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD-RI, 16 Agustus 2019, Pukul 10:05 WIB. BIRO PERS PRESIDEN

Perebutan kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2019-2024 menelurkan ide tak wajar. Sejumlah partai politik mengusulkan penambahan kursi pimpinan menjadi sepuluh. Angka ini sesuai dengan jumlah fraksi di MPR periode mendatang, yaitu sembilan fraksi dari partai dan satu dari Dewan Perwakilan Daerah.

Para politikus berdalih, penambahan itu untuk mencegah perebutan kursi Majelis. Alasan seperti ini jelas mengada-ada. Soalnya, Undang-undang tentang MPR, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) sudah mengatur secara gamblang tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MPR. Di DPR pun, jumlah anggota pimpinan Dewan juga tidak disesuaikan dengan jumlah partai.

Sikap para politikus yang terkesan hanya memburu jabatan sungguh memalukan. Mereka seenaknya saja mengubah tatanan. Padahal Undang-Undang tentang MD3 baru saja diubah tahun lalu. Adapun kursi pimpinan MPR sudah diperbanyak dari lima menjadi delapan anggota, terdiri atas satu ketua dan tujuh wakil ketua. Aturan ini belum dilaksanakan sama sekali karena memang berlaku untuk MPR periode sekarang.

Jika fraksi-fraksi di MPR ngotot menggulirkan usul itu, berarti pekerjaan DPR akan bertambah: merevisi lagi Undang-Undang MD3. Betapa banyak anggaran negara yang dihamburkan untuk melayani kepentingan elite partai. Proses revisi undang-undang akan menguras tenaga dan biaya yang semestinya bisa dicurahkan untuk menyelesaikan rancangan undang-undang yang lain.

Tambahan jabatan pimpinan MPR pun akan menyedot anggaran yang tidak sedikit untuk fasilitas, staf, dan pengawalan. Sebagai gambaran, akibat perubahan jumlah anggota pimpinan MPR dari lima menjadi delapan orang, lembaga ini mengajukan tambahan anggaran Rp 350 miliar. Tambahan anggaran akan semakin membengkak jika jumlah anggota pimpinan mencapai 10 orang.

Advertising
Advertising

Sikap para politikus di MPR semakin memperlihatkan bahwa mereka sama sekali tidak memikirkan kepentingan rakyat. Masyarakat hanya dibutuhkan sebagai pencoblos pada saat pemilu. Setelah berkuasa, para politikus mudah melupakan janji yang mereka sampaikan ketika berkampanye. Perilaku kalangan elite partai juga menunjukkan adanya praktik "kartel politik" dalam demokrasi kita. Dalam berpolitik, mereka amat pragmatis dan mengabaikan ideologi partai.

Tak mengherankan jika banyak politikus sering menyodorkan gagasan aneh yang jauh dari akal sehat dan kepentingan masyarakat. Tak cuma urusan penambahan kursi pimpinan MPR, belakangan ini juga muncul ide untuk menghidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai pedoman bagi presiden. Gagasan seperti ini jelas mubazir. MPR tidak perlu membuat GBHN karena presiden kini dipilih langsung oleh rakyat, bukan lagi mandataris MPR.

Perebutan kursi pimpinan MPR hanyalah satu gejala buruk perilaku elite partai. Kita semua mesti cemas akan gejala umum yang mengkhianati demokrasi: para politikus semakin mengutamakan kepentingan kelompok mereka, bahkan diri sendiri.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya