Rasionalitas Terbatas dalam Penyusunan Kabinet

Penulis

Andi Irawan

Selasa, 20 Agustus 2019 07:00 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi. TEMPO/Subekti

Andi Irawan
Dosen Lektor Kepala Bidang Ilmu Ekonomi Universitas Bengkulu

Pembicaraan tentang figur anggota kabinet Presiden Joko Widodo dalam periode kedua pemerintahannya telah menjadi isu publik yang penting saat ini. Kalau kita petakan, isu-isu terkait dengan kabinet itu terbagi dalam dua arus utama.

Pertama, isu seputar dukungan politik terhadap presiden. Isu-isu seperti tentang urgen-tidaknya memperluas kekuatan koalisi dengan memasukkan partai berseberangan dengan kubu Jokowi dalam pemilihan presiden lalu. Isu lain soal berapa jumlah kursi menteri yang selayaknya diberikan kepada partai pendukung atau kursi menteri tertentu yang seharusnya ditempati oleh partai yang mana. Diskursus seperti ini muncul dari kalangan elite politik.

Kedua, isu tentang profesionalitas anggota kabinet. Isu-isu yang terkait dengan tema ini, misalnya, tentang urgensi masuknya tokoh muda yang berprestasi dan diakui publik sebagai menteri dan tokoh seperti apa yang dibutuhkan untuk membantu presiden dalam pemerintahan nanti. Ini termasuk soal munculnya jajak pendapat tentang siapa yang layak atau kualitas seperti apa yang layak duduk sebagai menteri.

Dua arus isu publik tersebut sesungguhnya adalah keniscayaan dalam suatu proses demokrasi dalam penempatan menteri yang notabene adalah pejabat politik yang ditunjuk. Seperti yang disampaikan oleh Mainwaring dan Shugart (1997), kabinet yang bernas harus didukung oleh dua kaki yang kuat sekaligus seimbang. Kaki yang pertama adalah penopang stabilitas dan soliditas politik yang berguna untuk mensinergikan beragam kepentingan kekuatan politik. Adapun kaki yang kedua adalah kemampuan eksekusi profesional dari kabinetnya.

Advertising
Advertising

Dukungan nyata dari partai-partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat niscaya diperlukan, sehingga presiden mengakomodasi figur partai dalam kabinetnya. Tapi penempatan figur-figur partai tidak boleh lepas dari tujuan untuk menghadirkan kekuatan kaki kedua, yaitu kemampuan eksekusi kabinet yang efektif dan produktif. Artinya, presiden harus menemukan figur dari partai politik yang punya kapasitas dan profesionalitas untuk duduk sebagai orangnya presiden atau para profesional non-partai yang punya kemampuan berkomunikasi baik dengan semua kekuatan politik di DPR yang akan menjadi mitra kerjanya.

Presiden sebagai sosok yang berhubungan erat dengan elite dan kekuatan politik rawan mengalami bias dalam penentuan tim pendukungnya di kabinet. Ini karena adanya fenomena yang disebut bounded rationality (rasionalitas terbatas) dalam pengambilan keputusannya. Teori bounded rationality ini digagas oleh Herbert Simon, peraih Nobel Ekonomipada 1978. Bounded rationality terjadi karena kemampuan kognitif manusia terbatas untuk mengolah semua informasi yang ada dan adanya asimetri informasi. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan orang sering bertindak heuristik(heuristics) atau mengambil cara cepat dalam berpikir untuk membuat keputusan atau penilaian tertentu, tidak terkecuali dalam pengambilan keputusan politik.

Dalam konteks bounded rationality ini, setidaknya ada tiga jenis heuristik yang akan digunakanpresiden ketika menentukan pilihan. Pertama, endorsement. Presiden akan memilih kandidat berdasarkan hasil rekomendasi dari orang atau tokoh yang ia percaya, dekat, atau punya kekuatan politik yang diharapkan dukungannya. Pendekatan ini pasti akan dilakukan. Di sinilah para elite politik menjadi penentu penting dalam penempatan menteri kabinet.

Kedua, pendekatan familiarity (keakraban). Presiden memilih berdasarkan kesamaan atau hubungan yang akrab dengan kandidat karena kandidat yang sudah dikenal dekat oleh presiden. Ketiga, pendekatanaffect referral. Ia akan memilih kandidat yang paling menarik secara emosional atau yang lebih disukainya secara emosional.

Tugas publik dan masyarakat madani adalah membantu presiden dalam pengambilan keputusannya. Caranya dengan mengawal dan ikut mewarnai agar bounded rationality yang terjadi dalam diri kepala negara itu benar-benar diminimalkan dari dominansi pengaruh kepentingan politik elite dan kelompok tertentu. Artinya, agenda pembentukan kabinet tidak boleh dijadikan agenda belakang layar yang hanya melibatkan elite, melainkan harus dengan sengaja melibatkan penilaian dari masyarakat madani, sehingga misi utama kabinet sejak awal dijaga untuk menghadirkan kepentingan publik. Ia tidak boleh menjadi bias karena hasil dari deal "dagang sapi" yang sangat bervisi miyopik dan pragmatis.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya