Tolak Relokasi Ibu Kota

Penulis

Senin, 19 Agustus 2019 07:30 WIB

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) melakukan hormat saat menjadi Inspektur Upacara dalam Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-74 Tahun 2019 di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu 17 Agustus 2019. Peringatan HUT RI tersebut mengangkat tema SDM Unggul Indonesia Maju. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Dewan Perwakilan Rakyat sebaiknya tak mendukung rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Relokasi ibu kota bukanlah cara jitu untuk menyelesaikan masalah pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi, juga bukan obat manjur untuk mengatasi problem lingkungan di Jakarta.

Presiden Joko Widodo kembali menyampaikan rencana pemindahan Ibu Kota pada Jumat lalu dalam pidatonya di Sidang Tahunan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Menurut Presiden, relokasi ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan dan keadilan ekonomi, serta demi visi "Indonesia Maju". Dalam pidatonya itu, Presiden sekaligus meminta izin Dewan untuk merealisasi rencana tersebut.

Urusan merelokasi ibu kota memang akan melibatkan DPR. Selain berkaitan dengan soal anggaran dan penerbitan berbagai undang-undang baru, paling tidak ada sembilan undang-undang yang harus diubah. Misalnya, UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta, UU Pemerintahan Daerah, UU Tata Ruang, dan UU Lingkungan. Namun tentu saja bukan hal-hal itu saja yang membuat rencana relokasi ibu kota tidak realistis.

Rencana relokasi harus ditolak karena langkah ini sama sekali bukan solusi untuk pemerataan dan keadilan ekonomi. Memang kita bermasalah dalam dua hal tersebut, tapi relokasi paling banter hanya akan memajukan pembangunan di ibu kota baru. Wilayah lainnya tak akan mengalami perubahan. Soalnya penyebab kesenjangan pembangunan bukanlah letak ibu kota di Jakarta, melainkan model pembangunan ibu kota-sentris.

Jadi, ketimbang dihamburkan untuk membangun ibu kota baru, lebih baik anggaran negara digunakan untuk menghidupkan perekonomian di daerah. Caranya, antara lain, dengan menggeser sentra usaha dan bisnis ke luar Jakarta serta mendorong perusahaan-perusahaan untuk mendirikan kantornya di daerah, bisa dimulai dari perusahaan milik negara.

Advertising
Advertising

Jika perekonomian di daerah membaik, arus urbanisasi yang menjadi penyakit kronis Jakarta dengan sendirinya akan berkurang. Aneka masalah Jakarta lainnya yang merupakan dampak dari kepadatan penduduk, seperti polusi, sampah, dan kemacetan, pun akan lebih mudah diatasi.

Pertimbangkan pula bahwa pemindahan ibu kota tidak berarti hanya memindahkan kantor, tapi juga banyak orang. Para penghuninya nanti tak hanya tinggal untuk bekerja, tapi juga menjalani hidup baru. Mereka butuh sekolah, rumah sakit, transportasi, dan berbagai fasilitas lain yang bisa membuat ongkos pemindahan ibu kota jauh lebih besar daripada perkiraan. Tanpa fasilitas-fasilitas tersebut, ibu kota akan menjadi kota mati. Dalam skala kecil, hal inilah yang terjadi di ibu kota baru Maluku Utara, Sofifi. Sudah sejak 2010 menjadi ibu kota menggantikan Ternate, Sofifi sepi, terutama pada hari libur, karena sering ditinggal mudik penghuninya.

Presiden Joko Widodo lebih baik memanfaatkan periode kedua kepemimpinannya untuk memperbaiki perekonomian, membenahi layanan publik, memperkecil kesenjangan, hingga memberantas korupsi. Hal-hal tersebut jauh lebih penting bagi masyarakat ketimbang sebuah ibu kota baru.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

57 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya