Stop Korban Jiwa di Mesuji

Penulis

Selasa, 23 Juli 2019 07:30 WIB

Petugas kepolisian bersama warga memindahkan korban tewas di Register 45 Kabupaten Mesuji, Lampung, 17 Juli 2019. Sebanyak empat orang dikabarkan tewas akibat bentrok dua kelompok yang diduga memperebutkan lahan garapan. Istimewa

Jatuhnya korban dalam bentrokan antar-warga di Mesuji, Lampung, adalah bom waktu yang bisa terulang kapan saja. Konflik agraria di sana sudah lama terjadidan tak pernah benar-benar bisa diselesaikan. Korban serupa berpotensi jatuh lagi bila pemerintah tak segera mencari solusi yang komprehensif.

Bentrokan antar-warga berlangsung di area hutan tanaman industri Register 45, Mesuji, 17 Juli lalu. Perebutan lahan garapan membuat warga kelompok Pematang Panggang Mesuji Raya dan Mekar Jaya Abadi berbenturan. Akibatnya, tiga orang tewas di tempat dan dua lainnya meninggal di rumah sakit.

Aparat pemerintah, bersama kepolisian dan TNI, memang mampu meredakan konflik tersebut, sehingga tak meluas. Tapi, belajar dari kasus-kasus sebelumnya, suasana itu hanya sementara. Ibaratnya, api di permukaan bisa dipadamkan, tapi api di dalam sekam tetap membara.

Bentrokan di Register 45 Mesuji bukanlah cerita baru. Kasus serupa silih berganti muncul sejak 1991 dan telah berkali-kali merenggut korban jiwa. Kondisi di sana menjadi contoh kusutnya konflik agraria di Tanah Air: melibatkan banyak pihak dan berlarut-larut tanpa solusi.

Di Mesuji, konflik yang terjadi bermula dari klaim hak atas tanah yang saling tumpang-tindih. Ada konflik antara warga, yang merasa tanah adatnya tercaplok, dan korporasi yang mendapat hak pengusahaan hutan tanaman industri dari Kementerian Kehutanan-termasuk PT Silva Inhutani, PT Sumber Wangi Alam, dan PT Barat Selatan Makmur Investindo. Juga ada konflik antar-warga yang saling berebut klaim hak tanah.

Advertising
Advertising

Pada akhir 2011, kasus Mesuji sempat menyedot perhatian nasional ketika warga yang diusir dari lahannya mengadu ke Komisi III DPR. Mereka mengklaim konflik telah merenggut nyawa hingga 30 orang. Tim gabungan pencari fakta dibentuk dan bekerja hingga awal 2012. Sayangnya, rekomendasi mereka-termasuk tentang penuntasan kepastian hukum soal klaim hak atas tanah serta relokasi dengan cara damai dan manusiawi-jadi angin lalu. Kasus terbaru Mesuji mengindikasikan saling klaim hak itu masih terjadi dan kembali memakan korban.

Pemerintah perlu bertindak agar bentrokan di Mesuji tak terulang. Tak hanya dengan memediasi warga yang bertikai, tapi juga menemukan solusi yang komprehensif untuk seluruh konflik agraria di sana. Pemerintah harus membuat putusan yang jelas mengenai siapa yang diberi hak atas lahan di sana, lalu mengawal putusan itu dengan konsisten, seraya tetap berlaku manusiawi terhadap warga yang terkena dampak. Putusan itu pun harus diambil lewat proses yang adil dan transparan.

Konflik tanah memang persoalan rumit. Tapi membiarkannya berlarut-larut tanpa solusi tentu akan memperburuk suasana. Penyelesaian atas konflik, seperti yang terjadi di Mesuji,diharapkan menjadi bagian dari reforma agraria pemerintahan Joko Widodo, yang sejauh ini dikritik semata-mata hanya sebatas membagi-bagikan sertifikat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya