Korps Bhayangkara di Komisi Antikorupsi

Penulis

Senin, 15 Juli 2019 07:30 WIB

Ketua tim panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, Yenti Ganarsih bersama tim saat tiba di Istana Merdeka untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Jakarta, Senin 17 Juni 2019. TEMPO/Subekti.

Panitia seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya tidak meloloskan calon dari kepolisian. Jika panitia seleksi bersungguh-sungguh hendak membuat lembaga antirasuah ini bekerja dengan baik, mereka semestinya menomorsatukan calon independen. "Unsur" kepolisian dalam jajaran pemimpin komisi antikorupsi memiliki potensi konflik kepentingan.

Tiga belas dari 192 calon pemimpin KPK yang dinyatakan lolos seleksi administratif pada pekan lalu berasal dari kepolisian. Calon-calon itu masih akan mengikuti uji kompetensi pada 18 Juli mendatang.

Memang tidak ada aturan yang melarang calon dari kepolisian ikut seleksi pemimpin KPK. Tak ada juga keharusan menempatkan perwakilan kepolisian dalam pemimpin KPK. Pasal 29 Undang-Undang KPK mengatur bahwa syarat untuk menjadi calon pemimpin KPK di antaranya tidak pernah melakukan perbuatan tercela, cakap, jujur, memiliki integritas moral tinggi, dan memiliki reputasi baik. Sederet persyaratan ini dimaksudkan agar KPK mendapatkan pemimpin yang kuat dan independen.

Unsur pemimpin KPK yang disebutkan sebagai wakil dari kepolisian umumnya bermasalah ketika dihadapkan pada kasus di institusinya. Sang pemimpin bisa terjebak loyalitas ganda, seperti yang terjadi pada sebagian personel kepolisian di level penyidik KPK.

Peluang KPK menyelidiki kasus korupsi di kepolisian tidak kecil. Kepolisian beserta kejaksaan, menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia dan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun lalu, merupakan lembaga dengan potensi terbesar untuk melakukan pungutan liar dalam layanan birokrasinya. Pengalaman di negara yang berhasil dalam pemberantasan korupsi, komisi antikorupsi juga membersihkan lebih dulu lembaga kepolisian.

Advertising
Advertising

Patut diingat bahwa KPK dibentuk karena lembaga-lembaga penegakan hukum yang sudah ada gagal menjalankan pemberantasan korupsi. Karena itu, dengan menolak kandidat dari kepolisian, panitia seleksi ikut mendukung perbaikan program pemberantasan korupsi oleh kepolisian. Bagaimanapun, jika kandidat dari kepolisian adalah putra terbaik lembaga itu, akan lebih berguna jika mereka ditugaskan menjadi pengurus di rumahnya sendiri. Sebab, kepolisian juga memiliki direktorat tindak pidana korupsi. Adapun dengan KPK, kepolisian bisa melalui fungsi koordinasi.

Sementara itu, bagi KPK, pemimpin yang independen merupakan keharusan. Ini akan menjadi jaminan penegakan hukum oleh lembaga antirasuah itu tidak tebang pilih. Sebab, saat ini korupsi di dalam tubuh pemerintahan masih berlangsung masif. Bahkan, menurut ICW, nilai kerugian karena praktik ini cenderung meningkat. Berdasarkan data putusan kasus korupsi di pengadilan yang dihitung oleh ICW, pada tahun lalu kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 9,29 triliun, naik sekitar 30 persen dari 2017 dan sekitar enam kali lipat kerugian akibat korupsi pada 2015.

Untuk mendapatkan pemimpin KPK dengan kualifikasi seperti itu, panitia seleksi harus melihat rekam jejak kandidat secara menyeluruh. Kandidat yang pernah tersandung persoalan hukum dan kode etik pada masa lalu harus langsung dicoret. Bisa pula dengan melihat gelagat. Misalnya dari pelaporan harta kekayaannya untuk calon dengan latar belakang penyelenggara negara, yang bisa menjadi indikator mengetahui integritas mereka.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya