Para Hakim

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 13 Juli 2019 07:30 WIB

Mahkamah Agung. Kredit: MA

Putu Setia
@mpujayaprema

Andai saya menjadi hakim, penjara akan sepi. Banyak orang yang saya bebaskan. Saya tak tega menghukum orang yang begitu tampak saleh, yang perempuan mengenakan kerudung dan lelaki mengenakan peci. Duduk dengan santun rada menundukkan wajah, bicara memelas. "Betul, Yang Mulia." Kata ini pasti membuat saya terenyuh.

Hakim sering dijuluki "wakil Tuhan" karena amar putusannya mengatasnamakan Tuhan. Adapun saya di usia senja ini ingin memposisikan Tuhan Maha Pemaaf dan Tuhan Maha Pengasih. Kalau kasihan kepada orang, kenapa tidak memaafkan saja? Kejahatannya biarkan dihukum di akhirat.

Persoalannya, ada orang yang tidak percaya hukuman akhirat. Ketika berada di puncak jabatan pun, teganya dia merampok uang rakyat. Ketua DPR korupsi. Menteri dan gubernur terima suap. Kalau ketua DPR tak dihukum, bagaimana jika wakil ketua DPR ikutan korupsi? Di mana fungsi Tuhan sebagai Yang Maha Adil? Maka perlu ada lembaga pengadil di dunia, dan hakim pun diangkat. Yang diadili adalah perbuatannya, bukan siapa orangnya. Itu sebab lembaga pengadil berlambang dewi yang matanya tertutup. Hakim yang lembut dan bukan pendendam, tak boleh melihat apakah yang diadili orang kaya, miskin, atau (tiba-tiba) berkerudung.

Cuma hakim itu manusia biasa. Sesempurnanya manusia masih punya nafsu. Masih ingin bersenang-senang dan menambah harta untuk keluarga. Jika nafsu tanpa pengendalian, penyimpangan bisa terjadi. Bukankah ada hakim yang dipecat karena menerima suap?

Advertising
Advertising

Coba telisik. Kenapa hakim Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali kasus Baiq Nuril? Pengadilan negeri membebaskan Baiq Nuril karena justru dia korban pelecehan. Bu Nuril bukan menyebarkan konten, melainkan handphone-nya diambil orang yang menyebarkan. Ketika jaksa mengajukan kasasi ke MA, Bu Nuril dihukum dan didenda, begitu pula MA menolak peninjauan kembali. Jadi hakim agung punya penafsiran sendiri arti dari menyebarkan.

Juga aneh hakim MA yang membebaskan Syafruddin Temenggung. Pengadilan tinggi menghukum Temenggung 15 tahun penjara karena merugikan negara Rp 4,58 triliun. Hakim kasasi berbeda pendapat. Yang satu tetap menghukum, yang satu membebaskan karena bukan perkara pidana, yang satu lagi membebaskan karena hanya salah administrasi. Para hakim tak kompak.

Alkisah, ada dongeng rakyat sebelum era digital. Tiga bersaudara mencari ilmu tentang keadilan di hutan. Belajar kepada tebing, pohon, dan hewan liar. Suatu hari, di bawah pohon ada bisikan gaib diterima tiga bersaudara itu. Mereka diperbolehkan memohon masing-masing satu anugerah dan akan dikabulkan. Tanpa berembuk lebih dulu, saudara tua berujar: "Saya mohon makanan yang enak." Langsung tersaji, mungkin bukan piza atau spageti, ini dongeng lama.

Saudara tengah marah kepada saudara tua, kenapa yang dimohon yang receh-receh, bukan batangan emas atau istana yang megah. Saking marahnya, dia berujar: "Saya mohon kakak saya mati sekarang juga." Hah, saudara tua itu pun berhenti bernapas.

Tinggallah saudara muda. Ia lama merenung. "Kalau aku mohon batangan emas atau istana megah, aku kehilangan saudara tua. Aku hanya menuruti nafsu dan yang kudapat pasti kesenangan palsu," pikirnya. Akhirnya dia memohon: "Oh Yang Maha Gaib, hamba mohon hidupkan saudara tua saya." Dan ketiga saudara ini kembali berkelana mencari ilmu di hutan kehidupan.

Apa pesan dongeng ini? Para hakim harusnya sudah selesai dari beban hidupnya. Jika hakim masih memuaskan nafsunya sendiri dan tidak bermusyawarah mencari keadilan untuk orang banyak, negara dan bangsa tak akan bergerak maju.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya