Terpuruknya Citra Barisan Adhyaksa

Penulis

Sabtu, 13 Juli 2019 07:00 WIB

Gedung Kejaksaan Agung di Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin, 16 Maret 2015. Dok.TEMPO/Sudaryono

Langkah Presiden Joko Widodo mengangkat figur Jaksa Agung dari partai politik harus dibayar mahal. Di bawah kepemimpinan M. Prasetyo, yang sebelumnya politikus Partai NasDem, citra Kejaksaan Agung makin terpuruk. Kisruh kasus penyuapan jaksa merupakan contoh mutakhir yang memperlihatkan kejaksaan kurang profesional dan terkesan melindungi korps Adhyaksa.

Dalam skandal suap yang terbongkar lewat operasi tangkap tangan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan tiga tersangka. Salah satunya Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto, yang dituduh menerima suap. Adapun dua tersangka lain berperan sebagai penyuap. Kasus suap ini berkaitan dengan penuntutan perkara penipuan dan pencucian uang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kedua tersangka penyuap merupakan pihak korban penipuan.

Gelagat yang mencurigakan terlihat karena KPK kemudian melepas dua pejabat Kejaksaan DKI, Yuniar Sinar Pamungkas dan Yadi Herdianto, yang sebelumnya ditangkap bersama para tersangka. Rupanya, kejaksaan ingin menangani sendiri kasus Yuniar dan Yadi lewat pemeriksaan etik dan pidanalangkah yang justru akan mengundang konflik kepentingan. Kejaksaan semestinya membiarkan kasus dua jaksa itu ditangani komisi antikorupsi hingga tuntas.

Pimpinan KPK seharusnya pula menolak keinginan kejaksaan. Apalagi peran Yuniar dan Yadi dalam kasus suap itu amat sentral. Dalam penangkapan mereka, bahkan ditemukan bukti berupa uang dolar Singapura senilai ratusan juta rupiah. Posisi kedua jaksa pun penting dalam penanganan perkara penipuan yang menjadi pangkal penyuapan. Yuniar merupakan Kepala Seksi Tindak Pidana terhadap Keamanan Negara dan Yadi memimpin Subseksi Penuntutan.

Dalam urusan korupsi, KPK sebetulnya memiliki kekuasaan lebih besar dibanding lembaga penegak hukum lain. Komisi ini berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, termasuk jaksa. Komisi antikorupsi bahkan berhak mengambil alih kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan.

Advertising
Advertising

Sikap pimpinan KPK yang terkesan mengalah menyebabkan hilangnya kesempatan membongkar tuntas sekaligus mengembangkan kasus suap jaksa. Penyidik semestinya mengusut kasus ini hingga ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Secara administratif, kejaksaan negeri juga ikut menangani perkara penipuan yang melahirkan kasus suap itu. Saat ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dipimpin Bayu Adhinugroho, yang merupakan putra Jaksa Agung Prasetyo.

Penanganan kasus suap jaksa jelas memperlihatkan kacaunya proses penegakan hukum. Presiden Jokowi seharusnya memerintahkan Jaksa Agung tak mengusik pengusutan suap jaksa oleh KPK. Presiden juga perlu memperhatikan citra dan kinerja kejaksaan yang buruk.

Terbongkarnya kasus penyuapan jaksa bukan kali ini saja terjadi. Setidaknya ada tujuh jaksa yang ditangkap KPK sepanjang 2004-2018. Tingkat keberhasilan kejaksaan dalam menuntut terdakwa korupsi hingga divonis pun rendah. Indonesia Corruption Watch mencatat tingkat keberhasilan Kejaksaan Agung dalam hal itu hanya 60 persen, jauh di bawah keberhasilan KPK, yang di atas 90 persen.

Dalam periode kedua pemerintahannya, Jokowi semestinya tidak mengulang kesalahan yang sama: menyerahkan pos Jaksa Agung ke kalangan partai politik. Presiden harus mencari figur yang benar-benar berintegritas, antikorupsi, dan profesional untuk memimpin sekaligus membenahi barisan Adhyaksa.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya