Menteri

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 6 Juli 2019 07:00 WIB

Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin, usai menghadiri rapat pleno terbuka penetapan pasangan calon presiden-wakil presiden terpilih di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Ahad, 30 Juni 2019. TEMPO/Friski Riana

Putu Setia
@mpujayaprema

Beredar nama-nama menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf di media massa. Ada yang serius, ada yang bercanda, dan banyak yang satire. Memang orang bebas membuat daftar para menteri sesukanya, mematutkan dengan sinyal yang disampaikan Jokowi.

Misalnya, Jokowi ingin menterinya dari kalangan muda. Jika dia perempuan, ada syarat tambahan: cantik. Latar belakang berimbang antara partai politik dan profesional. Kali ini Jokowi tak lagi berucap bahwa dia tidak akan bagi-bagi kursi ke partai pendukungnya, seperti yang dikatakannya pada periode pertama, 2014. Maklum, janji itu sulit dilaksanakan.

Pimpinan partai koalisi Jokowi sudah melakukan manuver. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengaku menyiapkan 20 kader calon menteri. Targetnya, 10 menteri lolos plus dia sendiri mendapat jabatan Ketua MPR karena ogah jadi menteri lagi. Partai NasDem membalas, kalau PKB minta 10 menteri, NasDem tentu boleh 11 menteri. Alasannya, anggota DPR dari NasDem nanti akan lebih banyak dari PKB, meskipun suara yang dikumpulkan PKB di atas NasDem.

Bagaimana dengan PDI Perjuangan? Puan Maharani, calon kuat Ketua DPR mendatang, berharap partainya yang paling banyak dapat jatah menteri sebagai pemenang pemilu. Jika begitu, dari 34 pos menteri, berapa jatah yang tersisa untuk Golkar dan PPP? Apalagi jika Partai Demokrat bergabung, tentulah Jokowi harus membalas "niat baik" itu. Akan halnya PAN, yang rekam jejaknya buruk selama periode pertama pemerintahan Jokowi, barangkali tak menjadi perhatian benar. Jokowi lebih senang melirik Gerindra, meski bergabungnya partai pimpinan Prabowo itu sangatlah kecil.

Advertising
Advertising

Kabinet bisa penuh kader parpol. Terus, dari mana diambilkan jatah profesional? Suka atau tidak, Jokowi harus menolak jatah-jatahan versi partai koalisi ini. Kecuali Jokowi mau menambah pos menteri dengan dalih menampung keinginan partai dan memberikan ruang bagi para profesional untuk ikut memimpin bangsa. Penambahan pos menteri itu pun mulai diwacanakan oleh para pemimpin partai. Misalnya, Bambang Soesatyo, politikus Golkar yang kini Ketua DPR, mengusulkan ada kementerian kebahagiaan dan toleransi. Bercanda? Tidak, Bambang serius. Dia menyebutkan, di Uni Emirat Arab, kementerian itu sudah ada. Dia lalu bertanya, bukankah kebahagiaan masyarakat itu adalah tujuan bangsa? Luar biasa. Jika Jokowi tertarik, mungkin akan ada usul tambahan, misalnya kementerian urusan sampah plastik, kementerian reklamasi, dan seterusnya.

Padahal, sejumlah pengamat menyebutkan, kementerian di Indonesia itu terlalu banyak dan perlu diciutkan. Di Amerika Serikat, kementerian dan badan setingkat menteri hanya ada 14. Di Jerman sedikit lebih banyak, 16. Christianto Wibisono, pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia, mengusulkan agar kementerian cukup 17. Beberapa kementerian bisa digabung.

Kita pernah punya kementerian (saat bernama departemen) yang menggabungkan beberapa pos. Perhubungan digabung dengan pariwisata. Perindustrian digabung dengan perdagangan dan urusan BUMN. Ada yang populer, Departemen TKTK, gabungan dari Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi. Olahraga masuk ke dalam Pendidikan dan Kebudayaan. Urusan desa dipusatkan di Dalam Negeri.

Penciutan kementerian tentu berdampak menghemat anggaran negara. Persoalannya, apakah ini jadi perhatian Jokowi-Ma’ruf? Boro-boro mengurangi kementerian, Jokowi justru dipusingkan untuk menampung kader partai pendukungnya. Presiden memang punya hak prerogatif memilih menteri, tapi presiden perlu balas jasa kepada partai. Sebab, hanya partai yang bisa mencalonkannya.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya