Kepolisian, Kejaksaan, dan Calon Pimpinan KPK

Selasa, 25 Juni 2019 07:00 WIB

Ilustrasi Gedung KPK

Kurnia Ramadhana
Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW

Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Masa Jabatan Tahun 2019-2023 pada pertengahan Mei lalu. Lembar baru pemberantasan korupsi akan segera dimulai, yakni mencari figur-figur terbaik bangsa untuk melanjutkan tonggak estafet kepemimpinan KPK empat tahun ke depan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa menjadi seorang pemimpin lembaga antikorupsi bukan perkara mudah. Berbagai ancaman seakan-akan sudah menjadi santapan dalam keseharian, dari kriminalisasi tanpa dasar hukum yang jelas hingga upaya kekerasan. Sebut saja penetapan tersangka Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Chandra M. Hamzah, dan Bibit Samad. Ditambah ancaman bom yang diterima oleh Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif pada awal tahun ini.

Pimpinan KPK pun harus bersiap menghadapi berbagai upaya pihak-pihak yang ingin melemahkan lembaga antirasuah ini. Sebut saja ancaman revisi Undang-Undang KPK dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang materinya seakan-akan ingin menghapus kewenangan yang selama ini dimiliki oleh KPK.

KPK adalah lembaga penegak hukum yang bersifat dinamis. Tak jarang konflik di internal menyeruak di tengah publik. Misalnya, pada pertengahan April lalu, mayoritas pegawai mengeluhkan kinerja petinggi kedeputian penindakan yang dituangkan dalam sebuah petisi untuk pimpinan KPK. Isu yang saat itu berkembang adalah adanya kemandekan penanganan perkara, kebocoran informasi, perlakuan khusus kepada saksi, dan pembiaran dugaan pelanggaran berat. Maka, pimpinan KPK nanti harus mempunyai kemampuan manajerial dan pengelolaan sumber daya manusia yang baik.

Advertising
Advertising

Ada satu isu yang rasanya selalu mengemuka dan patut menjadi perhatian tiap kali pergantian pimpinan KPK berlangsung. Banyak pendapat menyatakan komisioner KPK mesti berasal dari institusi penegak hukum tertentu. Saya ingin menjelaskan beberapa bantahan terhadap asumsi yang tak berdasar tersebut.

Pertama, figur-figur terbaik Kepolisian RI dan kejaksaan sebaiknya diberdayakan di institusinya masing-masing. Hal ini mengingat potret buram penegak hukum yang masih belum banyak berubah. Lembaga Survei Indonesia pada akhir tahun lalu merilis data bahwa lembaga yang paling berpotensi melakukan pungutan liar dalam pelayanan birokrasi adalah kepolisian. Adapun kejaksaan berada di urutan bawah dalam hal tingkat kepercayaan publik. Jadi, seharusnya Kepala Kepolisian RI dan Jaksa Agung menjadikan hal ini sebagai prioritas, bukan justru berbondong-bondong mengirimkan wakil terbaiknya untuk menjadi pimpinan KPK.

Kedua, setiap orang dengan latar belakang apa pun dengan sendirinya akan berstatus sebagai penyidik dan penuntut ketika terpilih menjadi pimpinan KPK. Undang-Undang KPK telah menyebutkan secara jelas hal tersebut. Wajar jika unsur penegak hukum tidak terlalu dibutuhkan untuk menjadi pimpinan KPK.

Ketiga, rekam jejak yang tidak terlalu baik dan rawan konflik kepentingan. Kesimpulan ini didasari sejumlah oknum kepolisian yang beberapa kali terbukti melanggar kode etik ketika bertugas di KPK. Misalnya, Aris Budiman, yang secara terang-terangan mendatangi panitia angket tanpa izin dari pimpinan KPK. Roland dan Harun diduga merusak barang bukti salah satu perkara. Firli diduga bertemu dengan Tuan Guru Bajang, yang kasusnya justru sedang dalam pengusutan lebih lanjut oleh KPK.

Persoalan konflik kepentingan sebenarnya dapat dipahami dengan mudah oleh masyarakat. Jika penegak hukum tersebut kelak menjadi pimpinan KPK, bagaimana mereka akan bisa menepis isu loyalitas ganda? Selain itu, apakah mungkin mereka akan menerapkan standar yang sama ketika pelaku korupsinya justru berasal dari lembaganya terdahulu? Harus diingat, Undang-Undang KPK secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Wajarlah masyarakat merasa waswas jika kelak pimpinan KPK yang terpilih justru bukan figur-figur terbaik. Pasalnya, saat ini lembaga antirasuah itu sedang menangani perkara dengan skala politik dan kerugian negara yang besar, seperti korupsi KTP elektronik yang diduga melibatkan banyak aktor politik. Hal ini terkonfirmasi saat jaksa KPK membacakan dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, yakni aliran dana korupsi tersebut diduga mengalir ke puluhan politikus. Perkara lain adalah korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, yang merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun.

Mungkin ada pihak yang akan menganggap tulisan ini terlalu berprasangka buruk dan pesimistis. Namun, yakinlah, mempercayakan orang-orang yang tak memiliki integritas untuk memimpin KPK sama saja dengan menjauhkan mimpi Indonesia terbebas dari korupsi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya