Usut Tuntas Kerusuhan 22 Mei

Penulis

Selasa, 11 Juni 2019 07:30 WIB

Seorang pria berjalan melewati ban yang terbakar dalam kerusuhan 22 Mei di Jakarta, Rabu, 22 Mei 2019. Sampai saat ini, aparat dibantu masyarakat masih bersiaga di lokasi tempat terjadinya kericuhan. REUTERS/Willy Kurniawan

Peristiwa kerusuhan di Jakarta dengan dalih menolak hasil penghitungan suara pemilihan presiden pada 22 Mei lalu harus diusut tuntas. Pelaku lapangan dan dalang kerusuhan mesti diseret ke pengadilan. Indikasi pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat kepolisian saat mengamankan kerusuhan juga tak semestinya dibiarkan.

Aksi huru-hara di sejumlah lokasi di Jakarta itu, menurut data rumah sakit di Ibu Kota yang menampung korban seperti yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, telah menyebabkan delapan orang tewas dan 737 orang lainnya terluka. Indikasi kekerasan oleh aparat lainnya berupa penyerangan terhadap tenaga medis serta penganiayaan terhadap anak di bawah umur dan jurnalis.

Menjadi pihak yang ikut tertuduh, polisi tak selayaknya mengusut kerusuhan ini. Presiden semestinya membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang diisi tokoh independen. Para pegiat hak asasi manusia, tokoh masyarakat, ahli hukum, serta akademikus dengan rekam jejak bagus, kredibel, dan bebas kepentingan layak dipilih. Presiden harus memastikan tim bekerja secara profesional dan lurus untuk mengungkap siapa saja yang terlibat.

Tim pencari fakta perlu dibentuk juga karena alasan pelaku lapangan ditengarai adalah purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang memiliki kedekatan dengan salah satu kontestan. Bahkan unjuk kekerasan yang bermula dari kantor Badan Pengawasan Pemilihan Umum di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, itu amat kentara dirancang serius untuk menolak hasil penghitungan suara pemilihan presiden. Salah satunya dugaan pengiriman pelaku kerusuhan dari luar Jakarta.

Salah satu purnawirawan TNI yang disebut-sebut terlibat adalah Kolonel (Purnawirawan) Fauka Noor Farid, yang ditengarai berperan merekrut komandan lapangan aksi kerusuhan. Ketika berpangkat kapten, ia tergabung dalam Tim Mawar. Di Pengadilan Mahkamah Militer pada 9 April 1999, tim ini terbukti menculik sejumlah aktivis pada 1997-1998. Fauka divonis 1 tahun 4 bulan penjara, tapi tidak dipecat sebagai anggota TNI. Belakangan, ia tercatat sebagai pengurus Partai Gerindra.

Advertising
Advertising

Presiden semestinya tidak ragu membentuk tim gabungan pencari fakta. Dasar hukum yang bisa dipakai adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan pembentukan TGPF, bukan hanya urusan pro justitia yang bisa diusut, tapi motif politik juga bisa ditelisik.

TGPF harus membuat terang-benderang apa yang semula berkabut. Dalang, penyandang dana, dan pelaku lapangan kerusuhan 22 Mei harus diusut dan dihukum. Tim pencari fakta akan menyerahkan rekomendasi ke Presiden. Setelah itu, Presiden meneruskan ke penegak hukum. Kasus pidananya akan ditindaklanjuti oleh kepolisian dan polisi militer. Sedangkan pelanggaran hak asasi manusia bisa ditangani Komnas HAM.

Kerusuhan 22 Mei merupakan pelanggaran prinsip demokrasi. Semestinya pihak yang kalah menerima kenyataan. Mereka dapat mempersiapkan diri untuk berkompetisi dalam pertarungan berikutnya. Jalan kekerasan hanya dilakukan oleh para penunggang demokrasi-benalu yang selayaknya ditindak tegas dan dihukum.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya