Kesatria atawa Penyulut Petaka

Penulis

Selasa, 21 Mei 2019 07:00 WIB

Gestur calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto saat memberikan sambutan dalam acara yang bertajuk Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2019. Dalam acara tersebut, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi membeberkan sejumlah bukti yang diklaim sebagai kecurangan dalam Pilpres 2019. TEMPO/Amston Probel

BAGI Prabowo Subianto, pemilihan presiden tahun ini boleh jadi merupakan pertaruhan terakhir. Purnawirawan letnan jenderal 68 tahun ini telah tiga kali mengikuti kompetisi: sebagai calon wakil presiden pada 2009, berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri, serta dua kali menjadi calon presiden, berduet dengan Hatta Rajasa (2014) dan Sandiaga Salahuddin Uno (2019). Lima tahun ke depan, besar kemungkinan akan muncul tokoh-tokoh muda yang menutup peluangnya kembali mengikuti pemilihan.

Sebagai sumbangan terbaik untuk negara di akhir karier politiknya, alangkah baiknya jika Prabowo bisa mewujudkan pernyataan yang selalu ia dengungkan: bersikap kesatria. Sikap itu semestinya ia tunjukkan menghadapi proses penghitungan suara pemilihan presiden, yang akan mencapai puncaknya pada Rabu, 22 Mei ini. Ketua Umum Partai Gerindra itu perlu menghormati seluruh aturan main, betapapun ia menilai pemungutan suara 17 April lalu penuh kecurangan. Ia semestinya melakukan perlawanan yang bermartabat, yakni dengan membuktikan tuduhan kecurangan itu, lalu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Kubu Prabowo-Sandiaga menyandarkan tuduhan kecurangan pada setidaknya dua hal. Pertama, daftar pemilih tetap yang mereka sebut menyimpan 6,1 juta data ganda plus 18 juta data invalid. Tudingan ini sebenarnya telah disampaikan berulang-ulang sejak sebelum pemungutan suara. Kedua, kesalahan input pada sistem informasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum yang dipercaya merugikan pasangan nomor urut 02. Poin ini sebetulnya tidak cukup punya pijakan karena sistem informasi penghitungan suara hanya alat kontrol sekaligus informasi buat publik. Penghitungan sebenarnya akan menggunakan rekapitulasi manual berjenjang.

Kubu Prabowo mengklaim memenangi pemilihan jika kecurangan-kecurangan yang mereka tuduhkan itu dibereskan. Persoalannya, tuduhan itu tidak ada artinya jika kubu Prabowo tidak mengumpulkan bukti kemudian menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Apalagi jika mereka justru mencampurkannya dengan jargon politik yang tidak mendidik, misalnya menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak bisa dipercaya. Boleh jadi, kubu 02 tidak menggugat karena selisih perolehan suaranya sudah sangat besar, yakni lima belasan juta suara. Terlalu berat membuktikan tuduhan kecurangan yang bisa membalikkan hasil rekapitulasi. Dalam posisi ini, kubu Prabowo tidak patut mengancam Komisi Pemilihan Umum dan pemerintah dengan ajakan provokatif semacam people power. Pelbagai gertak yang ditebar di media sosial justru dapat meresahkan masyarakat.

Saat ini, polisi dan militer telah dimobilisasi ke Ibu Kota. Sejumlah penangkapan dilakukan terhadap tokoh yang dianggap menyebarkan kebencian --betapapun pidato mereka masih dalam koridor kebebasan berpendapat. Bahkan banyak pengusaha yang menunda mengambil keputusan bisnis karena menanti apa yang akan terjadi pada 22 Mei. Prabowo dan pendukungnya harus bertanggung jawab jika penyerangan terhadap fasilitas publik setelah penetapan hasil pemilihan benar-benar terjadi.

Advertising
Advertising

Secara ketatanegaraan, Prabowo tidak mungkin berkuasa dengan mengerahkan massa dan mengambil jalan kekerasan. Yang terjadi, ancaman dari kubunya mengundang tindakan berlebihan dari pemerintah dan aparat keamanan. Jika justru hal ini yang hendak dicapai, disusul amuk dan jatuhnya pemerintah-- Prabowo tak otomatis menjadi presiden. Ia bahkan akan dikecam sebagai penyulut petaka.

Kekuatan Prabowo sebenarnya tidak lagi utuh. Partai-partai anggota koalisi jelas tak akan mengikuti langkah yang di luar batas demokrasi. Partai Demokrat mungkin akan melompat ke seberang, ditandai dengan pertemuan Presiden Joko Widodo dan Agus Harimurti Yudhoyono, dua pekan lalu. Partai Keadilan Sejahtera, yang lebih menikmati efek ekor jas daripada Gerindra pada pemilu legislatif, akan berpikir dua kali untuk mengambil langkah ekstraparlementer. Demikian juga Partai Amanat Nasional. Patut diragukan: apakah calon wakil presiden Sandiaga Uno yang memiliki masa depan panjang akan melakukan “bunuh diri politik” dengan mengajak pendukungnya bertindak anarkistis.

Tepat 21 tahun silam, karier militer Prabowo berakhir. Ia diberhentikan dari Tentara Nasional Indonesia karena dianggap bertanggung jawab atas penculikan aktivis. Tim penyelidikan bentukan pemerintah juga menyoroti perannya dalam kerusuhan 13-14 Mei 1998. Mengasingkan diri beberapa tahun ke luar negeri, ia lalu menyusun langkah. Satu dekade terakhir, ia membentuk partai dan menempuh jalan politik konstitusional --langkah panjang yang terlalu berharga jika harus diakhiri dengan amuk dan kekerasan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya