Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengenai sengketa lahan bekas Taman Bersih, Manusiawi, dan Wibawa (BMW) cukup mengejutkan. Majelis hakim PTUN membatalkan sertifikat hak pakai yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pemerintah DKI Jakarta perlu mempertahankan sekuat tenaga lahan yang akan digunakan untuk pembangunan stadion itu.
Upaya banding BPN dan Kantor Pertanahan Jakarta Utara-pihak yang beperkara secara langsung-perlu didukung. Adapun pemerintah DKI berposisi sebagai tergugat invervensi dalam kasus ini. Putusan yang memenangkan gugatan PT Buana Permata Hijau itu jelas merusak kredibilitas lembaga resmi pemerintah yang menerbitkan sertifikat.
Putusan majelis hakim-beranggotakan Susilowati Siahaan, Baiq Yuliani, dan Edi Septa Surharza-tersebut juga mengganggu rencana pemerintah DKI Jakarta membangun Jakarta International Stadium, yang akan menjadi markas Persija. Gugatan seperti ini bukan yang pertama. Sebelumnya, PT Buana Permata menggugat sertifikat lahan tersebut pada 2005. Saat itu BPN dan pemerintah DKI Jakarta sempat kalah, tapi akhirnya menang di tingkat banding.
Kali ini pun posisi PT Buana, yang memiliki hak guna bangunan atas tanah tersebut, sebetulnya juga lemah. Secara prinsip, hak pemberian negara ini semestinya bisa dicabut atau diambil alih pemerintah demi kepentingan umum. Dalih penggugat, bahwa penggunaan tanah itu tidak memenuhi kriteria "kepentingan umum", sungguh mengada-ada. Sesuai dengan Undang-Undang Pengadaan Tanah, sarana olahraga jelas merupakan salah satu fasilitas untuk kepentingan umum.
Majelis hakim semestinya berpegang pada prinsip dasar itu dan tidak terjebak dalam perdebatan soal administrasi. Apalagi pengadaan tanah oleh pemerintah tidaklah gratis. Pemerintah tetap diwajibkan memberikan ganti rugi yang layak dan sesuai dengan aturan.
Kasus lahan bekas Taman BMW merupakan pelajaran berharga bagi pemerintah DKI dalam mengurus asetnya. Gubernur Anies Baswedan perlu menertibkan dan menangani serius aset pemerintah daerah yang bermasalah. Berdasarkan catatan Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta, setidaknya ada 22 bidang tanah lainnya yang sedang digugat ke pengadilan. Sebagian tanah tersebut terancam lepas karena pernah kalah di pengadilan.
Sebelumnya, 17,89 hektare lahan milik pemerintah DKI melayang karena kalah di pengadilan. Mudahnya aset berharga itu lepas disebabkan, antar lain, oleh kurang lengkapnya dokumen yang dimiliki pemerintah DKI Jakarta. Dalam sejumlah kasus, muncul pula indikasi korupsi pejabat DKI Jakarta di balik pengalihan tanah ke tangan swasta. Itu sebabnya, pemerintah DKI tak hanya mendata semua aset yang bermasalah, tapi juga menertibkan pejabat dan pegawainya.
Di luar kejanggalan putusan PTUN soal lahan bekas Taman BMW, Gubernur Anies harus pula menengok penanganan urusan ini oleh anak buahnya. Ia perlu bertindak tegas jika ada pejabat mempermainkan lahan itu atau memberi celah munculnya gugatan.