Sentimen Primordial Anno 2019

Selasa, 14 Mei 2019 07:30 WIB

Sentimen Primordial Anno 2019

Seno Gumira Ajidarma
Panajournal.com

Pertemuan dengan Juwono Sudarsono yang sedang berobat membuat saya teringat kembali pada buku yang disuntingnya, Pembangunan Politik dan Perubahan Politik (1976). Mengingat tahun terbitnya, satu dekade setelah 1966, yakni masa Orde Baru yang kini sudah 21 tahun ditinggalkan, menarik untuk menengok konteks buku itu dalam perspektif politik kontemporer.

Dalam pengantarnya, Juwono mengulas sistem politik Indonesia pada 1950-an, yang kabinet demi kabinetnya jatuh-bangun, koalisi terbentuk dan pecah, dalam aturan main dan semangat zaman, yang konstitusional dan sah. Pandangan kritisnya: Gaya berpolitik demikian hanya menyangkut elite politik "yang berkelahi mempertaruhkan nama dan ideologinya masing-masing atas nama kepentingan nasional".

Juwono menyebut politik demokrasi konstitusional gaya Barat borjuis tidak sesuai dengan kesinambungan sejarah, yang mendasari kehidupan rakyat "yang bergolak di bawah aturan permainan sopan yang berlaku di kalangan elite politik". Situasi ini meredup pada akhir 1950-an, ketika Sukarno berangsur meruntuhkan struktur palsu yang tidak relevan itu. Mobilisasi politik dilakukan, menggunakan bentuk, prosedur, dan upacara berpolitik yang "digali" dari kebudayaan tradisional. Solidaritas bangsa dikembangkan, dan politik adalah panglima, bahkan berperan di lingkungan akademik.

Reaksi dari sistem politik semacam itu, setelah 1 Oktober 1965, adalah berkembangnya semangat baru: penyederhanaan struktur politik, yang ditandai dengan besarnya peranan militer, khususnya Angkatan Darat, yang disebut sebagai sumbu utama kehidupan politik Indonesia. Selain itu, kekuatan pasar dalam ekonomi Indonesia secara terbuka dihadirkan dalam perumusan konsep politik. Bagaimanapun, semangat zaman barunya Orde Baru itu tidak terhindar dari masalah yang lazim menimpa negara kebangsaan baru, sesuai dengan keberagaman struktur sosial-budaya khalayaknya (Sudarsono, 1976: 8-10).

Advertising
Advertising

Dari lima pemikir yang dihadirkan untuk menunjukkan masalahnya, pemikiran Clifford Geertz (1926-2006) tampak urgen untuk hari ini. Geertz menyebutnya sebagai sentimen primordial, ketika hubungan kesetiaan komunal dan kesetiaan politik menjadi masalah karena kaburnya konsep bangsa, kebangsaan, dan nasionalisme.

Terdapat enam titik pusat keguncangan primordial yang mengancam utuhnya kedaulatan nasional. Pertama, hubungan darah atau kesukuan. Pengertian hubungan darah di sini lebih bersifat kuasi-kekeluargaan tapi tidak mengancam kedaulatan nasional, kecuali diperluas secara sosiologis menjadi hubungan kesukuan. Ikatan primordial kesukuan berkontestasi dengan ikatan kebangsaan.

Kedua, jenis bangsa atau ras. Secara etno-biologis terdapat kemiripan konsep dengan kesukuan, tapi ciri utama jenis bangsa adalah bentuk fisik fenotipe (warna kulit, bentuk muka, tinggi badan, bentuk rambut), bukan persamaan keturunan.

Ketiga, bahasa. Bahasa adalah faktor primordial yang keberbedaannya tidak dianggap membawa perpecahan, meski memang bisa membingungkan. Konflik primordial pada kenyataannya bisa terjadi pada khalayak berbahasa sama.

Keempat, kedaerahan atau regionalisme. Kedaerahan menjadi rawan di daerah geografis heterogen, seperti negara kepulauan Indonesia, yang secara teritorial tidak bersambungan. Kedaerahan adalah faktor primordial dalam politik nasional. Secara spesifik, di samping contoh-contoh lain, Geertz menyebut Jawa lawan luar Jawa.

Kelima, perbedaan agama. Kuatnya ikatan keagamaan disebut menghambat ataupun menggagalkan perasaan kebangsaan yang lebih luas. Di antara berbagai contoh, Geertz menyebut tiga suku di Indonesia dengan ikatan keagamaan dominan.

Keenam, kebiasaan. Ada kalanya suatu kelompok secara intelektual dan estetis terbiasa merasa dirinya membawa "peradaban" ke tengah penduduk lain, yang dianggap kasar serta mesti berpedoman kepada golongan yang "unggul". Perbedaan dalam kebiasaan seperti ini disebut sebagai dasar perpecahan nasional. Contohnya adalah orang Jawa. Namun, meski orang Jawa dan Sunda adalah golongan yang berbeda, mereka dapat menjalankan gaya hidup yang sama. Adapun orang Bali, yang berpola kebiasaan dengan ragam terbanyak, belum pernah menunjukkan tanda-tanda keguncangan (Geertz [1963] dalam Sudarsono, 1976: 15, 20-2).

Geertz masih melanjutkan perbincangannya dengan kombinasi berbagai variabel dari titik-titik keguncangan primordial ini, dan tetap saja Jawa dan luar Jawa menjadi faktor tetap. Sebagai antropolog spesialis Islam dan Jawa, sebetulnya Geertz menjadi bulan-bulanan kritik. Namun, jika geografi pembagian suara Pemilihan Umum 2019 dalam majalah Tempo edisi 8 April 2019 diperhatikan, sentimen primordial dalam politik Indonesia rupanya memang bekerja dan dipekerjakan kaum politikus.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya