Sia-sia Satgas Tenaga Kerja

Penulis

Selasa, 7 Mei 2019 07:00 WIB

Buruh mengumpulkan sumbangan dari pengendara yang melintas di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu, 1 Mei 2019. Aksi kemanusiaan berupa penggalangan dana ini untuk membantu korban bencana banjir bandang di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah sejaligus untuk memperingati Hari Buruh Internasional. ANTARA/Mohamad Hamzah

Kepolisian tak perlu membentuk "desk tenaga kerja" untuk menyelesaikan kasus pidana ketenagakerjaan. Pembentukan unit tugas ini, juga organ khusus lain seperti Satuan Tugas Pangan Polri, mubazir dan tak menjamin kepastian nasib para buruh. Rawan disalahgunakan, desk tenaga kerja malah bisa berakibat negatif terhadap investasi di negeri ini.

Pembentukan desk tenaga kerja merupakan kelanjutan dari pertemuan pemimpin sejumlah organisasi buruh dengan Presiden Joko Widodo pada 26 April lalu. Pimpinan serikat pekerja meminta agar Presiden merevisi peraturan tentang pengupahan, membangun ruang penitipan anak di semua perusahaan, serta membentuk satuan tenaga kerja di tingkat kepolisian daerah. Polisi yakin unit khusus yang dibentuk hingga tingkat kepolisian resor ini bakal menjadi pusat pelayanan terpadu berupa konsultasi, pengaduan, dan pelaporan di bidang hukum ketenagakerjaan.

Seharusnya polisi tak mengambil alih tugas dinas tenaga kerja dalam memberikan konsultasi atau menjadi fasilitator persoalan tenaga kerja. Persoalan ketenagakerjaan sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme pengawas tenaga kerja maupun pengadilan hubungan industrial. Cara itu sebenarnya bisa menjamin pemenuhan hak pekerja. Ketidakpuasan terhadap putusan hakim bisa ditempuh dengan cara mengajukan permohonan banding.

Polisi bisa ikut menyelesaikan kasus pidana ketenagakerjaan yang menjurus ke arah kriminal. Misalnya jika ada perusahaan yang menggelapkan iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja meski telah menyunat gaji pekerjanya. Polisi juga bisa bertindak terhadap perusahaan yang mempekerjakan anak di bawah umur atau menyiksa buruh. Semua tugas itu tidak membutuhkan organ baru, melainkan cukup memaksimalkan unit kerja yang sudah ada.

Penyelesaian persoalan ketenagakerjaan hendaknya tak melulu lewat ranah pidana. Pemenuhan hak-hak mendasar buruh, seperti pembentukan serikat atau pemberian upah minimum, bisa diselesaikan oleh Kementerian dan Dinas Tenaga Kerja. Lembaga ini, juga dengan penyidik pegawai negeri sipil yang dimilikinya, punya kekuatan untuk memaksa perusahaan memenuhi hak tersebut.

Advertising
Advertising

Penyelesaian kasus tenaga kerja juga perlu mempertimbangkan keberlangsungan usaha. Menyeret pengusaha dengan ancaman penjara, kecuali untuk persoalan kriminal, malah bisa membuat investor, termasuk mereka yang berniat menanamkan modal di sektor yang membutuhkan banyak pekerja, kabur ke negara lain.

Presiden Jokowi sebaiknya segera merevisi aturan ketenagakerjaan supaya lebih ramah investasi, tapi sekaligus tetap menjaga pemenuhan hak-hak buruh. Revisi juga diperlukan agar aturan tenaga kerja mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul saat ini. Undang-Undang Ketenagakerjaan yang sudah berusia 16 tahun, misalnya, belum menyentuh persoalan tenaga kerja di bidang ekonomi digital. Undang-undang tenaga kerja seharusnya memperhatikan pula nasib jutaan pekerja transportasi online yang tak berstatus karyawan-bahkan harus menyediakan alat kerja sendiri-dan minim perlindungan hukum.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya