Laporan Simsalabim Keuangan Garuda

Penulis

Selasa, 7 Mei 2019 07:00 WIB

Ilustrasi Garuda Indonesia. TEMPO/Tony Hartawa

POLEMIK laporan keuangan Garuda Indonesia tidak perlu berlarut-larut bila maskapai penerbangan ini berterus terang soal pendapatan dan kontrak kerja sama yang diperolehnya pada 2018. Tanpa keterbukaan itu, publik akan terus bertanya: bagaimana perusahaan yang berdarah-darah tiba-tiba bisa meraup laba? Apalagi dua komisaris Garuda menolak menandatangani laporan keuangan tersebut.

Penolakan itu terungkap saat perusahaan yang mayoritas sahamnya milik negara ini menggelar rapat umum pemegang saham pada 24 April lalu. Pangkal soalnya adalah kontrak kerja sama antara Garuda dan PT Mahata Aero Teknologi. Perjanjian ini memberikan hak eksklusif kepada Mahata untuk memasang peralatan Internet dan hiburan pada 203 unit pesawat Garuda, Citilink, dan Sriwijaya.

Dari kontrak Oktober 2018 ini, Garuda memperoleh pendapatan US$ 239,9 juta atau sekitar Rp 3,47 triliun dengan kurs 14.481 per dolar Amerika Serikat. Masalahnya, pendapatan selama 15 tahun ke depan itu diakui sebagai penerimaan Garuda pada tahun buku 2018. Rapor keuangan yang merugi Rp 3,05 triliun sepanjang 2017 mendadak menjadi untung Rp 72,69 miliar pada akhir 2018. Padahal, hingga September 2018, Garuda masih tekor Rp 1,6 triliun. Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, komisaris yang mewakili PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd, menilai laporan keuangan tersebut menyesatkan. Keduanya adalah perwakilan pengusaha Chairul Tanjung, yang menguasai 28 persen saham Garuda.

Pada dasarnya, pengakuan piutang yang belum dibayarkan sebagai pendapatan merupakan praktik yang lazim dalam akuntansi perusahaan. Dengan metode ini, transaksi dicatat pada saat kontrak ditandatangani, bukan ketika perseroan menerima uang. Namun pencatatan berbasis akrual semacam ini memiliki sejumlah syarat.

Salah satunya adalah perusahaan harus lebih dulu memiliki hak tagih. Merujuk pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Garuda akan memiliki hak tagih atas biaya kompensasi pemasangan layanan Internet dan manajemen konten setelah perseroan melaksanakan kewajiban sesuai dengan kontrak. Kewajiban itu antara lain menyediakan pesawat untuk dipasangi perangkat layanan.

Advertising
Advertising

Persoalannya, baru Citilink yang menyediakan satu unit pesawat kepada Mahatadari total 50 pesawat Citilink yang dijadwalkan. Anak usaha Garuda itu menargetkan delapan unit pesawat dipasangi perlengkapan serupa pada tahun ini. Ketersediaan pesawat tidak hanya disesuaikan dengan jadwal perawatan, tapi juga bergantung pada persetujuan dari perusahaan lessor sebagai pemilik pesawat. Dengan pelbagai risiko itu, transaksi belum layak dibukukan sebagai pendapatan.

Pencatatan piutang US$ 240 juta pada laporan keuangan Garuda juga harus diikuti pengakuan utang pada laporan keuangan Mahata. Hingga kini, Mahata belum mau mengakuinya karena termin pembayaran belum tertulis jelas pada perjanjian yang mereka teken. Belakangan, terungkap bahwa Garuda dan Mahata belum menyepakati rincian termin pembayaran atas biaya kompensasi pemasangan peralatan di pesawat. Skema pembayaran ini akan didetailkan pada adendum ketiga perjanjian kerja sama.

Dengan skema pembayaran itu, Garuda tidak bisa mengakui pendapatan di muka. Biaya kompensasi atas hak pemasangan layanan Internet dan hiburan juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari seluruh kegiatan usaha yang muncul di kemudian harimisalnya bagi hasil pemanfaatan slot iklan. Dengan begitu, biaya kompensasi harus dicatat sebagai pendapatan yang dibagi rata selama kerja sama berlangsung. Dengan langkah ini, pendapatan dan beban operasi terbagi secara merata dalam periode kontrak.

Sebagai pemegang saham terbesar, Kementerian Badan Usaha Milik Negara semestinya bisa mencegah terbitnya laporan keuangan yang mencurigakan. Apalagi kedua komisaris telah menyampaikan keberatan melalui surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno jauh sebelum rapat umum pemegang saham berlangsung. Kementerian selayaknya berteriak paling kencang terhadap keanehan laporan keuangan itu. Sikap Kementerian yang justru setuju kini memantik curiga: untuk alasan apa Garuda “dibedaki”pertimbangan bisnis atau politis?

Rapor merah keuangan Garuda sudah berlangsung lama. Perusahaan ini bahkan hampir masuk kategori bangkrut. Sempat membaik pada 2015 dan 2016, maskapai ini kembali terpuruk dua tahun lalu. Garuda selayaknya lebih terbuka kepada publik dalam menjelaskan skema kerja samanya dengan Mahata. Maskapai ini juga harus bersedia memperbaiki laporannya bila Bursa Efek Indonesia menemukan kekeliruan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya