Ketahanan Rezim-rezim Arab

Penulis

Ibnu Burdah

Jumat, 3 Mei 2019 07:30 WIB

Para pengunjuk rasa berdemonstrasi di jalan-jalan Aljir, Aljazair, untuk memprotes pencalonan pilpres Presiden Abdelaziz Bouteflika untuk masa jabatan kelima, Jumat, 1 Maret 2019.[Washington Post]

Ibnu Burdah
Dosen UIN Sunan Kalijaga

Gerakan protes rakyat Arab untuk menumbangkan rezim kembali berembus kencang setelah mengalami jeda cukup panjang. Selama sekitar tujuh tahun, berita di dunia Arab diwarnai dengan perang masif terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Irak serta perang Yaman yang mengakibatkan krisis kemanusiaan.

Gerakan protes rakyat seperti terhenti selama masa itu karena mereka menyaksikan akibat-akibat lanjutan dari proses penggulingan rezim yang sangat buruk. Konflik dan perang pecah di mana-mana, yang disertai dengan penderitaan rakyat dan kehancuran dalam skala sangat luas.

Rakyat di negara-negara Arab seperti diliputi ketakutan dan pesimisme terhadap gerakan mereka. Amat pantas mereka khawatir preseden Suriah dan Yaman akan menimpa negerinya jika mereka memaksakan pergantian rezim melalui protes jalanan.

Namun gerakan protes kembali pecah di Aljazair dan Sudan. Dua rezim Arab yang berbasis militer itu baru saja tumbang, yakni rezim Bouteflika di Aljazair dan rezim Umar Basyir di Sudan. Musim Semi Arab gelombang kedua ini, kendati karakternya sama, menunjukkan hal berbeda. Protes ini berlangsung lebih damai dan menimbulkan sedikit korban. Bahkan di Aljazair tak ada satu pun nyawa melayang dalam aksi demonstrasi masif selama berpekan-pekan. Hal ini terjadi, antara lain, berkat sikap militer yang menunjukkan arah tegas sejak awal, yakni menolak melakukan represi terhadap rakyat.

Advertising
Advertising

Hal ini sangat berbeda dengan Musim Semi Arab gelombang pertama pada 2011-2012. Setidaknya ada empat rezim yang tumbang kala itu. Penjatuhan rezim Zaenal Abidin bin Ali di Tunisia, Husni Mubarak di Mesir, Muammar Khaddafi di Libya, dan Ali Abdullah Soleh di Yaman disertai korban nyawa dalam jumlah cukup besar. Di Libya dan Yaman, korban kemanusiaan berlipat-lipat akibat konflik berkepanjangan.

Dari empat negara itu, tiga di antaranya mengalami kekacauan hebat dengan tingkat destruksi dan korban kemanusiaan sangat besar. Hanya Tunisia yang selamat dan bisa melanjutkan proses demokrasi kendati pada fase-fase awal juga mengalami guncangan tak kecil.

Dengan adanya preseden gerakan rakyat Aljazair yang "damai", apakah rezim-rezim Arab lain akan mampu menahan laju gerakan rakyat yang cenderung menular ke negara-negara Arab lain?

Secara umum, kita bisa menilai bahwa rezim militer di dunia Arab cenderung lebih mudah tumbang dibandingkan dengan negara-negara Arab monarki. Dari 23 negara Arab, delapan di antaranya monarki, baik rajanya yang disebut al-malik, emir, maupun sultan. Kebanyakan dari mereka berada di Teluk; satu di Levant, yakni Kerajaan Yordania; dan satu lagi di Arab Barat, yakni Maroko. Sisanya adalah kekuasaan yang hampir semuanya berbasis militer.

Dari delapan rezim monarki itu, tak satu pun yang tumbang oleh gerakan rakyat, baik gelombang pertama maupun gelombang kedua. Gerakan protes sempat mencuat cukup besar di Bahrain, Maroko, dan pada tingkat tertentu di Oman. Namun semuanya dapat diredam melalui program sosial, reformasi konstitusi, cara semi-militer, dan sebagainya. Hingga saat ini belum tampak tanda-tanda akan terjadi gerakan rakyat dalam skala besar di wilayah negara-negara Arab monarki.

Kekuatan monarki-monarki Arab untuk bertahan itu beragam. Kekuatan itu sebagian bersumber dari legitimasi agama, seperti Penjaga Dua Tanah Suci di Saudi serta keturunan nabi di Yordania dan Maroko. Kekuatan itu juga bisa berupa ekonomi dan keberhasilan proses pembangunan pada tingkat tertentu, sebagaimana terjadi di kebanyakan negara Teluk. Kendati negara-negara Teluk mengalami penurunan penghasilan signifikan dari sektor minyak, tingkat kesejahteraannya masih berada jauh di atas rata-rata kesejahteraan rakyat Arab. Mungkin masih banyak alasan lain untuk menjelaskan ketahanan rezim-rezim monarki Arab. Faktanya, kepemimpinan tradisional lebih mampu bertahan di dunia Arab sejauh ini.

Adapun rezim militer di Arab sudah terbukti lebih rentan mengalami kejatuhan. Enam rezim yang tumbang oleh gerakan rakyat Arab, baik gelombang pertama maupun kedua, adalah rezim militer. Di luar mereka, praktis hanya rezim Mauritania dan Suriah yang belum tumbang. Karena itu, tak sedikit pengamat yang melihat rezim Mauritania akan menjadi korban berikutnya dari gelombang kedua protes rakyat Arab.

Rezim-rezim di Libanon, Irak, Somalia, Palestina, dan lain-lain merupakan rezim yang relatif tidak kuat. Penguasa di negara-negara ini bahkan rentan akan pergantian secara cepat akibat konflik-konflik politik yang rumit. Rezim-rezim ini relatif mudah jatuh tanpa gerakan rakyat sekalipun. Rezim militer Suriah juga sempat mengalami guncangan hebat tapi akhirnya mampu bertahan kendati melalui perang yang sungguh mengerikan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya