Peringatan bagi Jokowi

Penulis

Kamis, 18 April 2019 07:30 WIB

Pasangan capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo alias Jokowi - KH Ma'ruf memberikan keterangan pers hasil hitung cepat Pemilu 2019 atau quick count Poltracking Indonesia di Jakarta Teater, Jakarta, Rabu, 17 April 2019. Jokowi meminta masyarakat untuk menunggu hasil penghitungan resmi KPU. TEMPO/Subekti.

Hasil pemilihan presiden kali ini merupakan peringatan keras bagi calon inkumben Joko Widodo. Kendati hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei menunjukkan ia bakal menang, angkanya hanya naik tipis dibanding pemilu sebelumnya. Salah satu penyebabnya: kinerja Jokowi selama ini kurang memuaskan bagi masyarakat luas.

Delapan lembaga survei memperkirakan Jokowi-Ma’ruf Amin meraup 54-55 persen suara. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno memperoleh suara 45-46 persen. Jumlah ini tak berbeda jauh dari hasil akhir Pemilu 2014. Pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla memenangi Pemilu 2014 dengan meraih 53,15 persen suara.

Lima tahun bekerja menjadi presiden, apalagi bertarung dengan lawan yang sama dalam Pemilu 2014, Jokowi seharusnya bisa menang telak dalam pemilu jika memiliki prestasi yang lebih baik. Susilo Bambang Yudhoyono meraih suara 60,8 persen ketika terpilih lagi dalam Pemilu 2009.

Boleh dibilang, kemenangan Jokowi bukan karena prestasinya yang luar biasa, melainkan lantaran lawannya memiliki banyak kelemahan. Masyarakat pun tak punya pilihan lain. Mekanisme pemilihan presiden pada masa mendatang semestinya diperbaiki agar bisa memunculkan calon-calon terbaik.

Harus diakui, kinerja Jokowi sejauh ini kurang kinclong kendati ia banyak membangun infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi, misalnya, meleset dari target. Ia berjanji meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen. Faktanya, Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,17 persen pada 2018. Utang pemerintah yang sudah mencapai Rp 5.400 triliun pun sering mengundang kecaman.

Advertising
Advertising

Kalangan aktivis antikorupsi juga kecewa karena Jokowi tidak menunjukkan komitmen yang sungguh-sungguh dalam memerangi rasuah. Selama empat tahun terakhir, ada 15 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Kalangan menteri pun belum bersih dari praktik rasuah. Menteri Sosial Idrus Marham terjerat korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap. Nama menteri lain kerap pula terseret dalam berbagai kasus yang tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kelemahan serupa terjadi dalam penegakan hak asasi manusia. Rapor Jokowi boleh dibilang merah. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat ada sembilan kasus HAM yang tak kunjung tuntas selama Jokowi menjabat. Pembunuhan aktivis Munir Said Thalib adalah salah satunya. Begitu pula kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, yang dibiarkan gelap selama dua tahun.

Semua titik lemah itu harus menjadi catatan penting bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam menyusun kabinet mendatang. Presiden memiliki hak mutlak memilih menteri. Sah-sah saja ia mengakomodasi perwakilan dan kepentingan koalisi ke kabinet. Tapi memilih figur terbaik di bidangnya adalah salah satu kunci untuk mendongkrak kinerja pemerintah.

Jokowi cukup beruntung memiliki kesempatan kedua untuk menuntaskan janji kampanye pemilu kali ini dan pemilu sebelumnya. Kesempatan ini sebaiknya tidak disia-siakan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya