Seusai Pemilihan Umum

Penulis

Arif Susanto

Kamis, 18 April 2019 07:00 WIB

Anggota KPPS melakukan penghitungan surat suara di TPS 09 Kelurahan Mangkukusuman, Tegal, Jawa Tengah, Rabu malam, 17 April 2019. Pada Pemilu kali ini, setiap warga memilih presiden, anggota legislatif (Pileg) dari tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPRD Kabupaten/Kota di daerah. ANTARA/Oky Lukmansyah

Arif Susanto
Analis politik Exposit Strategic

Seusai pemilihan umum, lalu apa? Masalah ini relevan karena proses politik berikutnya menuntut partisipasi cerdas pemilih untuk mempertanggungjawabkan pilihan mereka saat pemilihan. Demikian pula para wakil rakyat yang terbebani obligasi untuk mempertanggungjawabkan mandat mereka.

Tidak sekadar mengejar kekuasaan, seorang politikus berkewajiban mengidentifikasi kepentingan publik dan mengupayakan perwujudannya. Sebaliknya, sebagian besar warga negara tidak terlibat secara intensif mencurahkan sumber daya mereka untuk menangani persoalan yang dimaksud.

Keterkaitan keduanya mencegah suatu proses yang elitis, sehingga politik tidak lantas terjerembap menjadi sekadar strategi untuk mendapatkan kekuasaan. Manakala proses politik mempertemukan agenda elite dan massa, di situ permusyawaratan rakyat menghidupi keberlangsungan demokrasi.

Dalam politik nasional, hubungan timbal balik belum menjadi ciri penting relasi antara politikus dan publik pemilihnya. Cenderung timpang, proses politik lebih dominan mengakomodasi kepentingan politikus. Secara umum, karakter dasar relasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Advertising
Advertising

Pertama, menguat menjelang pemilu dan melemah drastis setelahnya. Selama masa kampanye, para politikus berlomba-lomba untuk meyakinkan publik pemilih tentang kelayakan mereka sebagai wakil rakyat. Seusai pemilu, intensitas komunikasi merosot dan politikus sibuk mengorganisasi kekuasaan sendiri.

Kedua, cenderung strategis ketimbang komunikatif. Kalkulasi dalam relasi ini lebih ditentukan oleh egosentrisme politikus dibanding tercapainya kesepahaman dengan publik. Seusai pemilu, dengan kekuasaan dalam genggaman, laku lajak banyak politikus mengekspresikan demagoguery.

Ketiga, cenderung eksklusif ketimbang kooperatif. Demokrasi mengandaikan kerja sama dengan manfaat timbal balik. Namun, ketika relasi cenderung asimetris, proses tersebut banyak mengakomodasi kepentingan eksklusif para politikus yang mendominasi kepentingan publik.

Keempat, cenderung bermuatan monolog ketimbang dialog. Sementara komunikasi membutuhkan suatu dialog, dominasi mengedepankan suatu monolog. Banyak politikus lebih ingin didengarkan ketimbang mendengarkan. Di sini publik pemilih cenderung menjadi obyek penguasaan.

Skeptisisme publik mengiringi pemilu karena menimbang beberapa catatan buruk Dewan Perwakilan Rakyat, seperti rendahnya tingkat kehadiran, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan, serta minimnya realisasi legislasi. Tanpa perubahan berarti, DPR mendatang hanya akan mengulang keburukan-keburukan tersebut.

Meskipun pemilu selalu melahirkan harapan baru, mengandaikan politikus DPR berubah sendiri tanpa tekanan publik hampir merupakan suatu kemustahilan. Seusai pemilu sesungguhnya merupakan suatu momen bagi publik untuk menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.

“Rakyat berkuasa untuk menentukan kehidupan negara, rakyat bertanggung jawab pula atas perbuatannya,” demikian Hatta (1946) menjelaskan kedaulatan rakyat. Namun hanya dengan keinsyafan politiklah dapat timbul tanggung jawab yang menjadi tiang pemerintahan rakyat.

Hatta membebankan tanggung jawab atas berjalan baiknya kehidupan negara kepada rakyat, lebih daripada kepada para wakil mereka. Kini, dalam menciptakan tatanan politik demokratis, kita menghendaki suatu relasi resiprokal antara politikus dan publik pemilihnya.

Agar dapat mengambil keputusan-keputusan rasional dan mengontrol kekuasaan, rakyat dituntut untuk memiliki kesadaran dan pemahaman politik memadai. Dengan itu, semua aktor politik sesungguhnya berkewajiban untuk melakukan pendidikan politik demi mendorong publik berdaya.

Publik yang berdaya mampu memegang kendali pengelolaan suatu negara. Tidak hanya karena mandat mereka dapat menghasilkan kekuasaan politik, tapi juga terutama karena kontrol mereka atas kekuasaan dapat menghasilkan keputusan dan kebijakan dengan kemanfaatan besar bagi publik.

Sementara kini para politikus sibuk melakukan konsolidasi kekuasaan, publik pemilih yang berkesadaran semestinya juga sibuk memastikan agar mandat mereka tidak diselewengkan. Publik pemilih perlu pula memikirkan bagaimana prinsip keadilan selalu memandu penyelenggaraan kekuasaan.

Lebih berat dibanding saat memilih, seusai pemilu, publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan rasionalitas pilihan-pilihan mereka. Ukuran pokok rasionalitas tersebut adalah seberapa jauh kekuasaan itu akomodatif terhadap kepentingan publik. Lewat kontrol atas kekuasaan, publik pemilih dapat mengusahakan perwujudan kedaulatan rakyat.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya