Menimbang Pemilihan Legislatif 2019

Penulis

Bawono Kumoro

Kamis, 11 April 2019 07:45 WIB

Warga melihat daftar nama calon anggota legislatif Pemilu 2019 yang berstatus mantan terpidana korupsi melalui website Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung KPU, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019. KPU akhirnya mempublikasikan daftar nama 49 calon anggota legislatif Pemilu 2019 yang berstatus mantan terpidana korupsi. TEMPO/Subekti.

Bawono Kumoro
Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan The Habibie Center

Sebentar lagi hajatan demokrasi terbesar bagi bangsa Indonesia akan berlangsung, yaitu Pemilihan Umum 2019. Salah satu agenda penting yang patut mendapat perhatian publik secara luas adalah pemilihan anggota legislatif.

Sejak September 2018, saat masa kampanye resmi dimulai, hingga kini, pemberitaan di media massa serta perbincangan di media sosial sampai warung kopi didominasi oleh pembicaraan mengenai pemilihan presiden ketimbang pemilihan legislatif. Apa boleh buat, jabatan presiden memang sangat sentral.

Di samping itu, pemilihan presiden menampilkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden saja, sehingga fokus perhatian pemilih terarah kepada keduanya. Pendukung pun terbagi dalam dua kelompok besar pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut.

Bandingkan dengan pemilihan legislatif. Jumlah partai politik peserta Pemilu 2019 mencapai 16 partai politik, kecuali di Provinsi Aceh, yang terdapat tambahan empat partai politik lokal. Jumlah tersebut masih ditambah dengan jumlah calon legislator.

Advertising
Advertising

Sebelum pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden digabungkan, pemilihan anggota legislatif juga sudah sangat kurang gereget. Partai-partai politik lebih berpusat pada figur, bukan program, apalagi ideologi dan platform. Begitu sang figur andalan surut pamor, surut pula pamor partai politik tersebut. Dalam konteks situasi seperti itu, dan kini ditambah lagi dengan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden serentak, partai-partai politik menjadi semakin tidak bergaung.

Akibatnya, pemilih akan memilih secara asal-asalan. Bahkan bukan tidak mungkin terbuka kemungkinan mereka memilih atas dorongan imbalan pemberian uang atau barang. Desain pemilihan anggota legislatif yang sangat rumit itu membuat para pemilih berpotensi menentukan pilihan kepada orang-orang yang hadir di hadapan mereka dengan membawa kebutuhan-kebutuhan jangka pendek.

Implikasi seriusnya, besar kemungkinan pada periode mendatang kita akan mendapatkan anggota-anggota legislatif dengan kualitas yang sama saja dengan anggota-anggota DPR saat ini. Atau bahkan lebih buruk?

Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap anggota DPR sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy, serta politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, belum lama ini menggambarkan bagaimana kondisi parlemen kita hari ini yang masih dilingkupi oleh perilaku korup para anggotanya. Persoalan representasi para anggota Dewan juga dinilai tidak berjalan baik.

Dalam pemilihan anggota DPR RI kali ini, salah satu hal paling mencolok adalah berbagai pergeseran daerah pemilihan dan migrasi calon legislator inkumben dengan meninggalkan partai politik asal mereka dan berpindah ke partai politik lain. Faktor paling menentukan pergeseran dan migrasi tersebut adalah kebutuhan untuk tetap terpilih di parlemen pada periode mendatang dan eksperimen partai akibat perubahan regulasi pemilihan, seperti ambang batas parlemen yang naik menjadi 4 persen dan perubahan metode konversi suara, dari metode kuota Hare menjadi sainte lague.

Migrasi calon legislator ini terjadi melalui pembajakan kader partai politik lain. Pola ini dilakukan secara masif oleh Partai NasDem. Para calon legislator tersebut secara umum kembali maju di daerah pemilihan yang sama seperti dalam pemilu terdahulu. Beberapa calon legislator itu antara lain Rita Zahara, yang pindah dari Partai Gerindra ke Partai NasDem tapi tetap maju di daerah pemilihan Riau 1. Hal serupa juga dilakukan oleh Lucky Hakim. Mantan artis ini pindah dari Partai Amanat Nasional ke Partai NasDem dan tetap maju di dapil Jawa Barat 6. Nama lain yang juga melakukan hal serupa adalah Dadang Rusdiana, yang pindah dari Partai Hanura ke Partai NasDem dan tetap maju di dapil Jawa Barat 2.

Hal lain yang juga menarik adalah pergeseran daerah pemilihan. Calon legislator tidak berpindah partai politik, melainkan ditugaskan partai untuk pindah ke daerah pemilihan baru. Kebijakan partai tersebut terutama didorong oleh realitas politik lima tahun lalu bahwa partai bersangkutan tidak mendapat kursi DPR dalam Pemilu 2014 dari daerah pemilihan tersebut. Motif lain adalah memperbesar kursi atau mengganggu basis politik partai lain.

Beberapa calon legislator yang bergeser daerah pemilihan ini antara lain Budiman Sudjatmiko dari PDI Perjuangan. Mantan aktivis demokrasi pada era Orde Baru ini lima tahun lalu maju melalui dapil Jawa Tengah 8 dan kini maju di dapil Jawa Timur 7. Teuku Taufiqulhadi dari Partai NasDem pindah dari dapil Jawa Timur 4 ke Jawa Barat 5. Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dari Partai Amanat Nasional bergeser dari dapil Jawa Timur 8 ke DKI Jakarta 1 demi memenuhi target partai besutan Zulkifli Hasan itu "pecah telor" di daerah pemilihan DKI Jakarta 1.

Pergeseran ini tentu menjadi kabar buruk bagi pemilih. Mengapa? Pemilih tidak bisa mengevaluasi kinerja dan memberikan reward and punishment kepada para calon legislator bila tahun ini mereka tidak mencalonkan diri lagi dari daerah pemilihan yang sama dengan Pemilu 2014. Persoalan representasi pun mengemuka di titik ini. Isu representasi menjadi semakin terabaikan sebagai akibat pergeseran daerah pemilihan, buah kebijakan elite partai politik yang bersangkutan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

28 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

40 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

56 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya