Memutus Siklus Intoleransi

Penulis

Kamis, 11 April 2019 07:30 WIB

Kasus Intoleransi di Yogya

Seolah-olah tak ada habisnya, untuk kesekian kalinya kasus intoleransi terjadi di Yogyakarta. Belum hilang dari ingatan kasus pemotongan nisan salib di Purbayan pada Desember tahun lalu, kini muncul kasus penolakan masyarakat Desa Karet, Bantul, terhadap seorang pendatang nonmuslim. Ini jelas merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan konstitusi.

Slamet Jumiarto, pelukis beragama Katolik, ditolak aparat Desa Karet ketika hendak bermukim di sebuah rumah yang sudah dikontraknya di sana. Aparat pemerintah setempat beralasan bahwa penduduk keberatan menerima pendatang nonmuslim. Bahkan pelarangan itu telah disepakati menjadi aturan yang disahkan Lembaga Pemasyarakatan Desa Kelompok Kegiatan Dusun Karet dan berlaku sejak 2015.

Pelarangan semacam itu, apalagi diformalkan dalam aturan tertulis, adalah pelanggaran ganda terhadap hak asasi manusia. Pertama, kebijakan desa itu melanggar hak setiap warga negara untuk bertempat tinggal di mana pun di wilayah Indonesia. Hak itu dilindungi dengan tegas oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Aparat desa, sebagai bagian dari aparatur sipil negara, seharusnya justru menjamin hak itu terpenuhi.

Kedua, penolakan terhadap Slamet juga melanggar jaminan negara atas hak bagi setiap warga negara untuk beragama dan beribadah menurut keyakinannya. Aparat Desa Karet lupa bahwa konstitusi menjamin hak tersebut. Undang-Undang Hak Asasi Manusia bahkan menetapkan bahwa hak untuk beragama itu tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun.

Dengan parameter apa pun, keputusan Lembaga Pemasyarakatan Desa Karet, yang disahkan kepala desa, merupakan tindakan sewenang-wenang. Apalagi peraturan itu menetapkan, jika diizinkan tinggal di sana, setiap pendatang wajib membayar biaya administrasi sebesar Rp 1 juta. Mereka yang tak bisa membayar juga diusir dari desa. Ini jelas bentuk pungutan liar yang harus diberantas. Keputusan itu tak hanya zalim, tapi juga jauh melampaui kewenangan pemerintah desa.

Advertising
Advertising

Berbeda dengan kasus-kasus intoleransi sebelumnya, kali ini Pemerintah Kabupaten Bantul dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertindak cepat. Selain mencabut aturan diskriminatif di Desa Karet, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X merilis Instruksi Nomor 1/Inst/2019 tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial. Meski isinya masih sangat umum, setidaknya kini ada pedoman jelas bagi aparat pemerintah untuk melarang segala jenis tindakan intoleransi di Yogyakarta.

Tapi itu saja tak cukup. Sri Sultan juga perlu menjatuhkan sanksi yang tegas bagi Kepala Desa Karet dan semua aparat desa yang terlibat dalam melahirkan aturan yang diskriminatif di wilayahnya. Hal ini diperlukan agar ada efek jera dan tak muncul kebijakan serupa. Pembiaran akan menyuburkan kesewenang-wenangan dan sikap intoleran yang berpotensi ditiru aparat di wilayah lain. Semua warga negeri ini berhak hidup tanpa diskriminasi.

Semoga saja kasus ini merupakan peristiwa intoleransi terakhir di Yogyakarta. Publik sudah lelah mendengar kabar buruk, dari pembubaran misa pagi di Gereja Santa Lidwina Bedog, pembubaran bakti sosial yang digelar Gereja Santo Paulus di Banguntapan, hingga pemotongan nisan salib di Purbayan. Saatnya Yogyakarta kembali menjadi daerah yang menghormati keberagaman dan melindungi warganya yang minoritas.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

51 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya