Terjebak Kekerasan di Papua

Penulis

Selasa, 2 April 2019 13:45 WIB

Prajurit TNI dan Polri mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat, 7 Desember 2018. Sebanyak 16 jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga. ANTARA/Abriawan abhe

SITUASI yang memanas di Kabupaten Nduga, Papua, memperlihatkan bahwa penggunaan senjata justru menyulitkan penyelesaian pelbagai problem di provinsi itu. Operasi militer bakal merusak strategi sosial-budaya dan ekonomi buat memajukan masyarakat lokal. Cara ini hanya akan melestarikan lingkaran kekerasan yang membelit Papua.

Tentara telah ditugasi memburu kelompok bersenjata yang membunuh belasan karyawan PT Istaka Karya, awal Desember tahun lalu. Penembakan pekerja proyek Trans Papua di Distrik Yigi, Nduga, jelas merupakan tindakan keji. Tapi pemerintah semestinya tetap berhati-hati menanganinya agar tidak timbul kesan balas dendam. Peran polisi perlu ditonjolkan untuk menuntaskan kasus ini secara hukum.

Kini Nduga bagaikan medan perang. Kontak senjata kerap terjadi antara TNI-Polri dan kelompok yang menamai dirinya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka. Konflik ini telah menewaskan setidaknya tiga anggota Tentara Nasional Indonesia dan tujuh anggota kelompok perlawanan. Dua ribu lebih penduduk Nduga mengungsi ke Wamena karena keamanannya terancam-625 di antaranya pelajar.

Insiden penembakan pekerja proyek Trans Papua bukanlah tanpa preseden. Penembakan serupa sering terjadi di Nduga, yang merupakan basis OPM. Pertengahan tahun lalu, misalnya, milisi pimpinan Egianus Kogeya menembaki pesawat Trigana Air yang mengangkut logistik pemilihan kepala daerah. Pada akhir 1990-an, Nduga telah menjadi sorotan karena serangan yang sering dilancarkan milisi OPM pimpinan Kelly Kwalik.

Pemerintah selalu bereaksi keras tiap kali muncul serangan. Tapi penyelesaian lewat senjata terbukti tak bisa mematikan OPM. Strategi itu malah berdampak buruk. Sesuai dengan laporan Amnesty International Indonesia, terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua pada 2010-2018. Pelaku kekerasan didominasi aparat keamanan, baik polisi maupun tentara.

Advertising
Advertising

Banyaknya kasus pembunuhan di luar hukum jelas melukai masyarakat Papua. Laku yang menginginkan kemerdekaan Papua pun terus berkibar. Gerakan itu seolah-olah tak pernah punah kendati provinsi ini telah resmi bergabung ke Indonesia pada 1969 melalui penentuan pendapat rakyat.

Bukan mengandalkan senjata, pemerintah semestinya menuntaskan akar masalah integrasi Papua secara menyeluruh. Seperti dibeberkan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam buku Road Map Papua (2009), ada masalah krusial yang membelit provinsi ini: peminggiran, diskriminasi, dan kasus pelanggaran hak asasi manusia. Problem lain adalah minimnya sarana pendidikan dan kesehatan serta kurangnya pemberdayaan ekonomi bagi penduduk asli Papua.

Meski merupakan langkah maju, pemberian otonomi khusus pada 2001 kepada Papua hanya menyelesaikan sebagian persoalan. Dengan kebijakan ini, wilayah yang kini dibagi dalam provinsi Papua dan Papua Barat itu mendapat alokasi anggaran yang lebih besar. Kedua provinsi juga sangat otonom dalam mengelola pemerintahan lokal.

Persoalannya, sederet problem lain belum diselesaikan secara tuntas hingga sekarang. Soal marginalisasi, misalnya, justru makin kentara. Secara ekonomi, penduduk asli Papua tetap tertinggal. Secara demografi, mereka juga makin terkucil. Sesuai dengan sensus pemerintah Belanda, penduduk asli Papua mencapai 93 persen pada 1960. Angka ini telah menciut menjadi 66 persen menurut sensus penduduk 2010. Kini persentase orang asli Papua diperkirakan makin kecil karena pertumbuhan penduduknya amat rendah.

Masyarakat Papua juga masih tertinggal dalam urusan pendidikan dan kesehatan. Masalah eksploitasi sumber daya alam pun masih menjadi isu sensitif. Begitu pula kasus pelanggaran hak asasi manusia. Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya ada 25 kasus pembunuhan yang melibatkan aparat keamanan yang hingga kini belum diusut.

Dampak operasi memburu penembak para pekerja PT Istaka hanya akan menambah catatan pelanggaran hak asasi itu. Presiden Joko Widodo semestinya menyetop pengerahan tentara di Nduga. Biarlah polisi yang menuntaskan kasus ini agar tidak tercipta situasi perang. Pemerintah juga harus menjamin keamanan masyarakat setempat supaya mereka tidak perlu mengungsi.

Pembunuhan pekerja PT Istaka jelas harus diusut. Tapi pemerintah harus berkomitmen pula mengungkap berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Sederet persoalan lain yang menyebabkan penduduk asli Papua terpinggirkan juga perlu diatasi. Hanya dengan menyelesaikan akar masalah, kita bisa membereskan urusan integrasi Papua.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya