Keputusan Keliru Blok Masela

Penulis

Jumat, 29 Maret 2019 07:00 WIB

Volume Gas Masela Disepakati

PEMERINTAH harus berbesar hati dan mengaku keliru ketika mengubah skema pengembangan Lapangan Gas Abadi, Blok Masela, Maluku. Fasilitas pengolahan gas alam cair (LNG) yang lokasinya dipindahkan ke darat (onshore), tiga tahun lalu, terbukti lebih mahal ketimbang terapung di laut, sesuai dengan rencana awal. Tetap memaksakan skema itu tak hanya menambah runyam nasib megaproyek gas raksasa di Laut Arafura tersebut, tapi juga berpotensi merugikan negara.

Inpex Masela Ltd dan Shell Plc, kontraktor Blok Masela, telah menyetorkan draf revisi rencana pengembangan (plan of development/POD) dengan skema yang diinginkan pemerintah pada November tahun lalu. Namun, hingga kini, pembahasan draf tak kunjung rampung. Revisi POD menunjukkan biaya investasi pengembangan Masela dengan kilang LNG di darat mencapai US$ 20,3 miliar atau senilai Rp 287,3 triliunlebih mahal US$ 5,5 miliar dibanding POD awal dengan kilang terapung di laut (offshore).

POD Masela dengan skema offshore semula telah disepakati kontraktor dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada September 2015. Namun Presiden Joko Widodo memutuskan sebaliknya pada Maret 2016. Pemerintah meyakini pengembangan blok migas dengan cadangan gas 10,7 triliun kaki kubik ini bakal lebih murah dan berdampak pada perekonomian domestik jika kilang dibangun di darat.

Keputusan politik yang terbukti salah itu sebenarnya tak perlu terjadi jika hasil kajian Poten & Partners pada 2015 tak diabaikan. Menjadi pemenang tender Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengkaji opsi terbaik pengembangan Masela, konsultan independen Inggris ini menilai penggunaan floating LNG lebih efisien dan menguntungkan. Studi ini menegaskan bahwa makin mahal konstruksi dan produksi di Lapangan Abadi akan mengurangi bagi hasil pemerintah. Diteken pada 1998, kontrak Blok Masela memang masih menggunakan skema pengembalian biaya (cost recovery) yang akan ditanggung anggaran negara. Skema onshore juga memiliki tantangan teknis besar untuk membangun sambungan pipa bawah laut menuju daratan karena adanya palung.

Alur produksi dengan kilang LNG di darat jelas mubazir. Gas Lapangan Abadi tidak bisa langsung dipompa dari lubang sumur menuju daratan lewat sambungan pipa tersebut. Lilin (wax) dalam kandungan gas rentan membeku di suhu dingin lautan. Gas Masela tetap harus "dimurnikan" lebih dulu di atas anjungan produksi lepas pantai untuk kemudian dipompa ke darat. Jika menggunakan kilang LNG terapung, gas hasil pemurnian bisa langsung diolah menjadi gas cair dan tak memerlukan pembangunan pipa ke darat.

Advertising
Advertising

Dalih pembangunan kilang LNG Masela di darat lebih bermanfaat terhadap perekonomian domestik kian hari kian meragukan. Hingga kini, tak ada tandatanda pembangunan industri petrokimia di Maluku yang dipercaya bakal terwujud jika kilang LNG Masela dibangun di darat. Industri pupuk pengolah metanol jauhjauh hari telah menyatakan harga gas Masela, sekitar US$ 5,86 per MMBTU, kelewat mahal buat mereka.

Keputusan konyol pemerintah yang memaksa rencana pengembangan Masela dengan skema onshore harus dikoreksi. Sebagai pengambil keputusan perubahan skema tiga tahun lalu, Jokowi semestinya mengembalikan rencana pengembangan Blok Masela ke skema awal.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

13 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

34 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

42 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

46 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya