Menjaga Hutan Papua

Penulis

Kamis, 21 Maret 2019 07:30 WIB

Warga melintasi endapan lumpur pasca banjir bandang melanda wilayah Sentani, Jaya Pura, Papua, Senin, 18 Maret 2019. ANTARA

Curah hujan ekstrem bukan penyebab utama banjir bandang dan tanah longsor di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Bencana yang melanda pada Sabtu lalu itu lebih disebabkan oleh rusaknya kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Alam yang menjadi pelindung penduduk Jayapura itu seolah-olah murka dan mendatangkan malapetaka yang mengakibatkan 104 orang meninggal dan 79 orang hilang.

Sembilan ribu orang harus mengungsi akibat bencana yang dipicu oleh ulah manusia ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan Pegunungan Cycloop, yang seharusnya menjadi area resapan air, berubah menjadi kawasan permukiman dan pertanian. Kerusakan ini dibiarkan tanpa kontrol.

Pegunungan Cycloop, yang juga dikenal dengan nama Dobonsolo, ditetapkan sebagai kawasan cagar alam pada 1978. Namun, sejak 16 tahun lalu, pendatang banyak membuka lahan di kawasan itu untuk permukiman dan pertanian tradisional. Padahal topografi kawasan yang berada di seputaran Bandar Udara Sentani ini miring. Tutupan hutan banyak yang hilang. Dengan demikian, ketika terjadi hujan lebat, air meluncur dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah tanpa penghalang.

Semestinya, banjir bandang yang pernah melanda Sentani pada 2007 menjadi pelajaran buat penduduk dan pemerintah. Penyebab bah saat itu juga sama, hujan dengan intensitas sangat tinggi di kawasan pegunungan yang telah rusak. Prahara itu tak jua membuat pemerintah menyusun mitigasi bencana. Perusak hutan tak dikenai sanksi. Hampir tak ada upaya dari pemerintah untuk menghentikan kerusakan di Pegunungan Cycloop.

Banjir Sentani ini sekaligus menjadi catatan agar pemerintah segera bertindak menjaga hutan Papua sebagai hutan terakhir Indonesia. Penerapan hukum pidana dan sanksi hukum adat di kawasan konservasi semestinya segera ditegakkan.

Advertising
Advertising

Saat ini tutupan kebun sawit di Papua mencapai 200 ribu hektare. Hampir semua lahan kebun sawit ini semula merupakan kawasan hutan. Meski "baru" 200 ribu hektare hutan yang berubah menjadi kebun sawit, pemerintah telah melepaskan kawasan hutan Papua seluas 1,6 juta hektare untuk sawit.

Artinya, ada 1,4 juta kawasan pelepasan hutan yang belum menjadi kebun sawit yang masih bisa dikembalikan sebagai hutan lindung. Kerusakan hutan Papua akan bertambah parah dengan terbitnya banyak izin tambang, izin hutan tanaman industri, dan izin hak pengusahaan hutan.

Di Papua, peran masyarakat adat dan hukum adat sangat penting untuk menjaga hutan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat adat harus duduk bersama untuk mendialogkan aturan pemanfaatan hutan oleh masyarakat adat sekaligus melestarikannya. Selain itu, pemerintah perlu mengoreksi ketimpangan penguasaan hutan di Papua. Izin untuk konsesi yang tidak aktif dapat ditarik dan pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat adat.

Banjir Sentani juga bisa menjadi momentum untuk menggalakkan upaya mengatasi pembalakan liar di Papua. Selama ini, polisi baru menangkap pelaku di tingkat bawah, seperti tukang tebang kayu atau sopir truk pengangkut kayu. Penegakan hukum oleh polisi belum sampai pada pelaku kelas kakapnya. Dengan penegakan hukum dan penataan pengelolaan kawasan hutan, kerusakan lebih parah pada hutan Papua bisa dicegah sejak dini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

24 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

36 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

52 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya