Konflik Kepentingan Gubernur Emil

Penulis

Selasa, 19 Maret 2019 07:00 WIB

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meluncurkan Program Koperasi Sekolah di Summarecon Bekasi, Kota Bekasi, Senin, 15 Oktober 2018.

Keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengangkat anggota keluarga dan orang dekatnya menjadi anggota Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) banyak mendatangkan mudarat. Kerap disebut punya prospek untuk pentas di level nasional, Emildemikian ia biasa disapaseharusnya menjaga diri dari keputusan yang bisa mencoreng reputasi.

Tim Akselerasi bentukan Ridwan menjadi sorotan lantaran diisi adik kandung, sepupu, dan bekas anggota tim suksesnya. Adik Emil, Elpi Nazumzzaman; dan sepupunya, Wildan Nurul Padjar, menjadi anggota Dewan Eksekutif TAP Jawa Barat itu. Adapun bekas wakil ketua tim kampanye Ridwan dalam pemilihan gubernur Jawa Barat tahun lalu, Arfi Rafnialdi, menjadi ketua harian tim beranggotakan 19 orang tersebut.

Penunjukan sanak famili untuk mengisi jabatan khusus berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Keberadaan anggota keluarga di lingkaran inti pemerintahan rawan membelokkan komitmen seorang pejabat publik dari yang seharusnya mengutamakan kepentingan publik menjadi membela kepentingan pribadi.

Sebagai gubernur baru, Ridwan Kamil mungkin saja memerlukan pelbagai masukan dari tim ahli yang ia percayai. Tak ada larangan untuk membentuk tim seperti itu. Syaratnya, tim itu harus memperhatikan kompetensi, transparansi, akuntabilitas, dan aturan. Masalahnya, seperti terjadi di banyak daerah, pembentukan tim seperti itu bukanlah kebutuhan mendesak, melainkan cara pejabat terpilih untuk berterima kasih kepada tim suksesnya.

Demi efisiensi, untuk melakukan percepatan ataupun terobosan pembangunan, kepala daerah sedapatnya menggerakkan perangkat birokrasi yang sudah ada. Pembentukan tim khusus malah memberi kesan kepala daerah tak mempercayai birokrasi di bawahnya. Bisa pula muncul kesan sebaliknya: kepala daerah tak percaya diri untuk mengontrol mesin birokrasi.

Advertising
Advertising

Bila tak dikelola dengan baik, keberadaan tim khusus yang langsung bertanggung jawab kepada kepala daerah rawan memicu konflik internal. Alih-alih mempercepat, tim khusus seperti itu malah akan memperlambat perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Penguasaan jabatan khusus oleh anggota keluarga dan orang dekat juga rawan menabrak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pasal 22 undang-udang ini menegaskan, penyelenggara negara yang secara melawan hukum menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan publik bisa dihukum maksimal 12 tahun dan denda Rp 2 miliar.

Bila tidak dihentikan, praktik mengangkat sanak famili dapat meluaskan nepotisme. Pengalaman di sejumlah daerah, misalnya di Provinsi Banten, menunjukkan bahwa nepotisme dapat berubah menjadi politik dinasti yang koruptif.

Belum terlambat bagi Emil untuk membatalkan pengangkatan anggota keluarganya dalam Tim Akselerasi Pembangunan. Emil juga harus membuktikan bahwa tim yang ia bentuk efektif dan efisien dalam mempercepat pembangunan di Jawa Barat. Bila tidak, tim itu sebaiknya dibubarkan saja.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

55 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya