Kriminalisasi Robertus Robet

Penulis

Jumat, 8 Maret 2019 07:00 WIB

Robertus Robet. Istimewa

Penangkapan dan penetapan Robertus Robet sebagai tersangka oleh kepolisian adalah kesewenang-wenangan yang harus dilawan. Jika didiamkan, tindakan semacam ini bisa menimpa siapa saja dan tentu saja mengancam kebebasan berpendapat di negeri ini. Polisi juga tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Karena itu, Robertus harus dibebaskan tanpa syarat dan kasusnya dihentikan.

Robertus ditangkap pada Rabu lalu dan dijadikan tersangka karena pidatonya dalam Aksi Kamisan, di Jakarta, pekan lalu. Dalam aksi yang menyoroti rencana pemerintah memperluas jabatan sipil untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu, Robertus menyampaikan refleksi serta kritik bahwa kebijakan tersebut bisa mengancam kehidupan demokrasi. Dia mengajak yang hadir agar selalu menentang gagasan semacam itu.

Polisi beralasan pidato Robertus merupakan tindak pidana penghinaan dan ujaran kebencian terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia. Dia dituding melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Kitab Undang-Udang Hukum Pidana.

Padahal apa yang dilakukan Robertus dalam Aksi Kamisan tersebut sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam semua pasal penjerat itu. Dari unsur ujaran kebencian (Pasal 28 UU ITE), penghinaan (Pasal 207 KUHP), hingga penyebaran berita bohong penyebab keonaran (Pasal 14 dan 15 UU Peraturan Hukum Pidana), semua tak terpenuhi.

Misalnya tuduhan mengenai ujaran kebencian, dalam undang-undang disebutkan perbuatan itu harus bersifat propaganda dan penghasutan, bukan sekadar "penghinaan" atau "tuduhan". Unsur-unsur itu nyatanya tak terlihat dalam kegiatan yang dilakukan Robertus saat Aksi Kamisan.

Advertising
Advertising

Dalam Aksi Kamisan itu, Robertus menggunakan haknya sebagai warga negara untuk menyatakan pendapat, yang dijamin dan dilindungi Pasal 28 UUD 1945. Saat itu ia mengutarakan kekhawatirannya, jika militer diperbolehkan kembali menduduki jabatan sipil, demokrasi akan terancam.

Selain itu, Robertus adalah dosen di Universitas Negeri Jakarta, sehingga apa yang ia lakukan dalam Aksi Kamisan bisa dipandang sebagai perwujudan tugas akademis menjalankan salah satu fungsi Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat. Dia sedang melakukan pembelaan atas kepentingan khalayak, yaitu merawat demokrasi.

Walhasil, dari aspek hukum, terlihat penetapan Robertus sebagai tersangka sangat dipaksakan. Sedangkan dari aspek politik, ini sudah termasuk mengancam kebebasan berpendapat. Karena itu, polisi mesti membebaskan Robertus dari segala tuduhan.

Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah pun sebaiknya segera menghapus pasal-pasal karet dalam perundang-undangan yang dapat dipakai mengkriminalkan dan membungkam warga. Jika tidak, iklim demokrasi yang telah susah payah digapai lewat reformasi akan hilang, takkan ada lagi tempat untuk kebebasan berpendapat, dan kita kembali hidup dalam represi ala era Orde Baru.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya