Lebih dari Sekadar Bioenergi

Penulis

Nirarta Samadhi

Rabu, 6 Maret 2019 07:30 WIB

Petugas menunjukkan sampel bahan bakar minyak (BBM) B-20, B-30, dan B-100 di Jakarta, Selasa, 26 Februari 2019. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, bahwa Indonesia dapat menggunakan campuran dari bahan nabati seperti minyak sawit dalam solar hingga 100 persen atau biodiesel 100 (B-100) pada tiga tahun mendatang. TEMPO/Tony Hartawan

Nirarta Samadhi
Direktur World Resources Institute Indonesia

Pesta demokrasi Indonesia tahun ini tidak hanya menentukan arah bangsa Indonesia untuk lima tahun ke depan, tapi juga dunia. Indonesia menempati peringkat ke-5 sebagai emiten karbon terbesar di dunia, sehingga negara ini menjadi salah satu aktor kunci yang menentukan keberhasilan dunia dalam memerangi perubahan iklim.

Dalam debat calon presiden seri kedua pada Februari lalu, kedua calon sama-sama mengajukan strategi untuk memaksimalkan bioenergi. Bahkan Joko Widodo menargetkan penggunaan bahan bakar wajib biodiesel 100 persen (B100). Namun sesi debat tersebut tidak menyentuh masalah utama pencapaian target energi terbarukan Indonesia, yaitu sistem ketenagalistrikan yang saat ini masih berbasis batu bara.

Dari penghitungan cepat World Resources Institute (WRI) Indonesia berdasarkan data statistik perkebunan, laporan lembaga Koaksi Indonesia, dan outlook kelapa sawit Indonesia, diproyeksikan dengan adanya program B100, pada 2025 dibutuhkan minyak kelapa sawit sejumlah 56,98 juta ton per tahun. Jika tidak ada peningkatan produktivitas kebun, permintaan tersebut bisa mendorong pembukaan lahan seluas 7,2 juta hektare. Pembukaan lahan hanya bisa dicegah jika produktivitas kebun dapat ditingkatkan melalui intensifikasi.

Pencapaian target bauran energi terbarukan pada bioenergi oleh kedua calon presiden seyogianya dilihat dalam kacamata intensifikasi, bukan ekspansi perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi.

Advertising
Advertising

Fokus peningkatan bauran energi terbarukan pada bioenergi oleh kedua calon presiden nyatanya belum sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yang rencana peningkatan bauran energi terbarukan dari bioenerginya jauh lebih kecil dibandingkan dengan ketenagalistrikan. Berdasarkan RUEN, target peningkatan bauran energi terbarukan menjadi 23 persen pada 2025, atau 92,2 juta ton setara minyak akan dicapai melalui peningkatan listrik terbarukan sebesar 75 persen dan sisanya dari bioenergi dan gas metana batu bara.

Walaupun target pencapaian listrik itu sangat tinggi, ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil justru berada pada tahap yang mengkhawatirkan dari sisi emisi, apalagi jika memperhitungkan rencana proyek 35 ribu megawatt yang didominasi oleh pembangkit batu bara. Dengan rencana tersebut, WRI Indonesia memproyeksikan pada 2030 emisi tahunan dari sektor energi akan mencapai 1,516 juta ton CO2, melampaui emisi dari sektor tata guna lahan yang diprediksi mencapai 1,342 juta ton CO2.

Pencapaian target energi terbarukan pada 2025 tentu bukanlah hal yang mudah. Jadi, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan bioenergi untuk mencapainya, tapi juga harus serius mengelola strategi peningkatan energi terbarukan lainnya. Saat ini, pengembangan energi terbarukan masih terpusat di PLN, yang memiliki sumber daya keuangan dan manusia yang terbatas. Pemusatan tanggung jawab pada satu institusi ini dikhawatirkan akan memperlambat perkembangan energi terbarukan.

Permintaan dari sektor rumah tangga, industri, dan komersial juga harus dipertimbangkan. Misalnya, seiring dengan menurunnya harga teknologi energi terbarukan, seperti panel surya, permintaan dari konsumen rumah tangga untuk memasang panel surya semakin besar, yang dapat menghemat biaya listrik.

Selain itu, saat ini mulai banyak sektor industri dan komersial yang ingin menggunakan energi terbarukan untuk bisnisnya. C0ntohnya, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Clean Energy Investment Accelerator (CEIA), yang diprakarsai oleh WRI. Permintaan besar ini perlu dibarengi dengan kebijakan yang mendukungnya.

Peluncuran Peraturan Menteri ESDM tentang Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap pada akhir 2018 patut diapresiasi. Namun peraturan tersebut belum mampu mendorong minat investasi pelanggan PLN untuk memasang panel surya atap karena hanya 65 persen kelebihan listrik yang diekspor ke sistem PLN yang akan dihargai. Padahal, dalam Peraturan Direktur PLN, yang sebelumnya menjadi dasar sistem ekspor-impor listrik surya atap, PLN akan menghargai 100 persen listrik yang diekspor ke sistemnya.

Tidak hanya rumah tangga, penggunaan energi terbarukan untuk sektor industri dan komersial juga masih mengalami kendala pembiayaan karena adanya biaya kapasitas dan biaya paralel. Adapun pilihan lain, seperti skema power wheeling, belum memiliki mekanisme yang jelas sehingga masih cenderung dilakukan secara antarbisnis.

Pemerintah masih menyinergikan kebijakan energi terbarukannya. Hanya enam tahun tersisa untuk mencapai target energi terbarukan 2025 sehingga dibutuhkan strategi yang inovatif dan berkesinambungan. Pelibatan konsumen sudah seharusnya didukung dengan regulasi yang lebih inklusif untuk mendukung pengembangan berbagai potensi energi terbarukan.

Ketercapaian target tersebut akan sangat bergantung pada pemimpin terpilih yang akan menjabat hingga 2024. Siapa pun yang akan memimpin negara kita selama lima tahun ke depan, semoga bisa menyadari bahwa Indonesia butuh lebih dari sekadar bioenergi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

32 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

44 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya