Menakar Perjanjian Hukum dengan Swiss

Penulis

Rio Christiawan

Kamis, 21 Februari 2019 07:00 WIB

Menteri Hukum dan Hak Aak Asasi Manusia RI Yasonna Hamonongan Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter di Bernerhof, Bern, Swiss, Senin, 4 Februari. Istimewa

Rio Christiawan
Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya

Penandatanganan perjanjian bantuan hukum timbal balik (MLA) antara pemerintah Indonesia dan Swiss pada 4 Februari lalu merupakan MLA bilateral. Webster (2000) menjelaskan, MLA merupakan pemberian bantuan hukum berdasarkan aturan formal yang umumnya berkaitan dengan proses hukum dari satu otoritas negara ke otoritas negara lain sebagai respons atas permintaan bantuan proses hukum yang terjadi di suatu negara.

Namun adanya MLA ini tidak serta-merta membuat pemerintah Indonesia dapat lolos dari kendala rahasia perbankan serta sistem hukum perbankan dan jasa keuangan Swiss yang menganut model tertutup, hasil ratifikasi dari Konvensi Basel 1967. Pemerintah Indonesia harus menghormati kedaulatan hukum negara Swiss, dan secara formal MLA perlu diratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar dapat berlaku secara efektif.

MLA itu juga tidak secara serta-merta membuat pemerintah Indonesia dapat "dikecualikan" dari ketatnya rahasia perbankan Swiss. Pemerintah "hanya" dapat mengakses beberapa hal terkait dengan penyitaan dan pemberian bantuan dalam proses hukum.

Masyarakat berharap besar perjanjian itu dapat menjadi instrumen hukum bagi eksekusi dan pengembalian aset, baik yang berupa uang, surat berharga, maupun aset lain, di Swiss. Namun yang perlu dipahami adalah bahwa perjanjian ini bersifat pemberian bantuan hukum terbatas. Jadi bukan berarti pemerintah Indonesia diberi keleluasaan melakukan tindakan hukum, seperti membekukan aset, menyita, ataupun melakukan tindakan hukum lain.

Advertising
Advertising

Dua hal yang menjadi catatan atas MLA ini adalah aspek formalitas dan aspek material substansi yang terkandung dalam perjanjian tersebut. Secara formal, untuk dapat diterapkan secara efektif, sebuah MLA harus diratifikasi melalui proses politik oleh DPR. Jika tidak diratifikasi, MLA tidak berarti apa-apa dan hanya menjadi retorika belaka. Meskipun ini bukan pertama kalinya Indonesia meratifikasi MLA, MLA Indonesia-Swiss ini terasa cukup spesial karena selama ini Swiss dianggap sebagai tempat yang "aman dan nyaman" bagi pelaku kejahatan kerah putih.

Ada keraguan MLA akan terjebak dalam proses ratifikasi oleh DPR, mengingat biasanya kejahatan kerah putih selalu melibatkan penguasa. Littmanen (1995) menyebutkan bahwa tipologi kejahatan kerah putih umumnya dilakukan oleh orang yang berpendidikan dan memiliki akses ke penguasa dengan tujuan akhir mendapat keuntungan ekonomi secara ilegal.

Selama ini Swiss dianggap sebagai salah satu tempat untuk menyimpan dana hasil kejahatan kerah putih, misalnya melibatkan pengusaha dan anggota legislatif. Contohnya kasus penyalahgunaan kredit yang melibatkan ECW Neloe, mantan Direktur Utama Bank Mandiri, yang menyimpan dana ilegalnya di Swiss.

Logis jika masyarakat menyangsikan komitmen DPR untuk meratifikasi MLA Indonesia-Swiss tersebut, mengingat tingkat kejahatan kerah putih, baik korupsi maupun pencucian uang, justru banyak berasal dari legislator. Masyarakat harus terus mengawal ratifikasi MLA tersebut.

Ruang lingkup substansi MLA Indonesia-Swiss tersebut adalah "melacak, membekukan, menyita, meminta dokumen, memanggil saksi dan saksi ahli, dan melakukan penahanan". Maka perjanjian tersebut hanya dapat menjangkau tindak pidana yang dilakukan di Indonesia dengan penyimpanan dana di Swiss ataupun sebaliknya. MLA tersebut tidak dapat menjangkau Swiss sebagai tempat pencucian uang. Sebab, untuk membuka informasi itu, Swiss tetap memerlukan persetujuan dari bank korespondensi dan institusi keuangan tempat dana tersebut disimpan sesuai dengan ketentuan Konvensi Basel 1967.

Rudger (2016) menyampaikan dalam konferensi tahunan kriminologi bahwa kejahatan kerah putih telah berkembang seiring dengan munculnya lembaga keuangan nonbank sebagai sarana investasi. Dana yang ditempatkan di bank atau lembaga keuangan di Swiss melalui perusahaan pengelola dana (private equity) akan diinvestasikan ke negara-negara yang tidak memiliki MLA dengan negara lain, termasuk Indonesia, seperti Mauritius dan Bahama. Akibatnya, meskipun Swiss memiliki MLA dengan negara terkait, Swiss tetap terhambat untuk memberi bantuan hukum (melaksanakan MLA) kepada negara terkait.

MLA Indonesia-Swiss akan membantu melacak dana hasil kejahatan yang melibatkan bank. Namun bantuan tersebut hanya sebatas memberi informasi tentang aliran dana. Jika dana tersebut telah dipindahkan ke bank di negara yang tidak memiliki MLA dengan Indonesia, eksekusi tetap tidak dapat dilakukan.

Perkembangan instrumen investasi di luar bank konvensional menjadi tantangan semua negara. Pemerintah harus dapat memiliki ratifikasi MLA dengan sebanyak mungkin negara, mengingat kejahatan kerah putih dapat memanfaatkan celah kekebalan hukum lintas batas.

Selain memperkuat kerja sama internasional, peningkatan profesionalitas dan kredibilitas aparat penegak hukum mutlak diperlukan untuk mempersempit ruang gerak kejahatan. Pemerintah juga perlu memperkuat kerja sama dengan Interpol dan upaya lainnya.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

59 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya