Politik Lingkungan Calon Presiden

Penulis

Selasa, 19 Februari 2019 07:30 WIB

SANGAT disayangkan calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto tidak banyak membahas isu lingkungan dalam debat pada Ahad malam lalu. Keduanya menyatakan peduli terhadap permasalahan lingkungan, namun komitmen tersebut tak terlihat sepanjang sawala. Isu lingkungan hanya dibahas ala kadarnya, tanpa pernyataan tegas yang menggambarkan visi mereka mengenai arah pembangunan lingkungan.

Dalam hal pengelolaan hutan, kedua calon presiden membatasi diri pada gagasan praktis, seperti upaya pengendalian kebakaran dan penindakan terhadap perusahaan pencemar dan perusak hutan. Keduanya sama sekali tidak membahas fakta yang jauh lebih penting: penyebab utama kerusakan hutan adalah tata kelola yang buruk-kerap diikuti kolusi dan korupsi yang melibatkan korporasi dan birokrasi.

Demikian pula ketika berbicara soal lubang bekas tambang, Jokowi, misalnya, terkesan sangat pragmatis dengan berbangga akan lubang raksasa yang telah menjadi tempat wisata. Semestinya yang dilakukan pemerintah adalah meminta pertanggungjawaban perusahaan tambang untuk melakukan rehabilitasi. Lubang bekas tambang batu bara perlu mendapat perhatian serius karena menimbulkan problem lingkungan dan sosial.

Kegagapan kedua calon presiden barangkali lantaran mereka tidak memiliki visi yang jelas dan tegas mengenai arah pembangunan lingkungan. Di awal debat, Prabowo hanya berbicara soal swasembada pangan dan air, rencana menurunkan biaya energi, dan mencegah penguasaan asing atas kekayaan nasional. Jokowi, selain menaruh perhatian pada pengembangan biodiesel, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan produksi pangan, memang menyinggung soal lingkungan, tapi hanya sebatas upaya penanggulangan kebakaran hutan dan limbah plastik.

Di bidang lingkungan, salah satu persoalan besar yang menjadi perhatian hampir semua negara adalah isu perubahan iklim akibat pemanasan bumi yang disebabkan oleh polusi karbon. Itulah sebabnya low-carbon economy, atau perekonomian yang ditopang oleh sumber daya karbon yang rendah, telah menjadi tekad politik pemerintah di banyak negara di dunia.

Advertising
Advertising

Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil karbon terbesar dan penanda tangan Konvensi Paris soal perubahan iklim, semestinya turut mengejar visi perekonomian rendah karbon. Negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand, telah lebih dulu memulainya. Melalui visi tersebut, seluruh aktivitas ekonomi otomatis akan terkait dengan target-target lingkungan. Gagasan penggunaan biodiesel, misalnya, harus dilihat dalam konteks pengurangan polusi karbon, bukan sekadar agar lepas dari ketergantungan pada impor.

Begitu pula ketika membahas lubang bekas tambang batu bara. Pemanfaatan sumber energi tertentu diputuskan berdasarkan penelusuran atas jejak karbonnya. Di sini, energi alternatif dan energi terbarukan seharusnya menjadi isu penting, meski sayangnya sama sekali tak disinggung oleh Jokowi ataupun Prabowo dalam debat.

Kampanye masih berlangsung dua bulan lagi. Kita berharap, dalam waktu yang tersisa, kedua calon presiden segera merumuskan visi lingkungan mereka lalu menyampaikannya kepada publik.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya