Morat-marit Aturan Musik

Penulis

Rabu, 13 Februari 2019 07:00 WIB

Penyanyi Glenn Fredly bersama musisi Anang Hermansyah yang juga anggota DPR RI Komisi X saat diskusi kisruh Rancangan Undang Undang (RUU) Permusikan bersama kalangan musisi di Cilandak Town Square, Jakarta 04 Februari 2019. TEMPO/Nurdiansah

PEMERINTAH dan Dewan Perwakilan Rakyat sebaiknya membatalkan niat membuat Undang-Undang Permusikan. Selain tidak urgen, proses penyusunan undang-undang ini bermasalah sejak awal.

Lihat saja naskah akademik Rancangan Undang-Undang Permusikan yang menjadi dasar penyusunan aturan itu. Penyusunnya mengutip makalah pelajar sekolah menengah kejuruan di sebuah blog sebagai salah satu landasan konsep. Tak ada satu pun kajian ilmiah yang dirujuk sebagai acuan.

Tak mengherankan jika banyak pasal dalam rancangan itu membuat kening berkerut. Yang paling sering dipersoalkan adalah "pasal karet" yang melarang musikus menciptakan lagu yang memprovokasi pertentangan antarkelompok dan antarsuku. Bagian lain melarang lagu yang membawa pengaruh negatif budaya asing. Pelanggaran atas aturan itu bisa dipidana. Ada kabar, pasal itu disalin mentah-mentah dari Undang-Undang Perfilman. Jika disahkan, pasal-pasal itu akan menjadi pintu masuk untuk memberangus karya seni.

Kelemahan rancangan undang-undang ini juga tecermin dalam pasal-pasal yang mengatur aspek komersial musik. Penyusun rancangan aturan ini tampak tak paham cara kerja pasar musik karena hanya mengakui distribusi musik oleh label rekaman atau penyedia konten musik digital. Padahal separuh industri musik Indonesia diisi label independen, yakni pemusik atau grup musik yang menerbitkan sendiri karyanya. Lagi-lagi, jika dibiarkan, industri musik kita bisa kolaps.

Yang lebih aneh, rancangan undang-undang ini juga berisi pasal yang mewajibkan uji kompetensi dan sertifikasi bagi musikussyarat yang tak ada bandingannya di negara mana pun. Hal-hal teknis yang terlampau detail, seperti penetapan standar honor pelaku musik, juga kewajiban bagi restoran dan hotel memainkan musik tradisional, malah masuk naskah. Ini jelas mengada-ada.

Advertising
Advertising

Selain itu, banyak pasal dalam Rancangan Undang-Undang Permusikan sudah diatur lebih baik di undang-undang lain. Hak cipta musik, misalnya, sudah dengan detail diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Dengan begitu, Undang-Undang Permusikan hanya menambah garam di lautan.

Musik adalah produk kebudayaan. Mengaturnya secara rigid bisa membelenggu kreativitas para penggiat kesenian. Pemahaman itulah yang tidak ada di benak para anggota parlemen yang menggagas rencana peraturan tersebut. Itulah kenapa naskah Rancangan Undang-Undang Permusikan kontan menyulut penolakan ratusan seniman yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Mereka menemukan total ada 18 pasal yang berpotensi membelenggu kebebasan mereka bermusik. Keresahan mereka dapat dipahami.

DPR seharusnya malu telah membiarkan naskah RUU Permusikan lolos sampai ke uji publik. Berbagai kekurangan yang ada menunjukkan penyusunan rancangan ini asal-asalan. Karena itu, jangan-jangan tuduhan bahwa RUU Permusikan ini cuma ulah segelintir anggota parlemen dari kalangan musik ada benarnya.

Daripada buang-buang energi, para legislator di Senayan sebaiknya berfokus saja menuntaskan pembahasan sejumlah perundang-undangan penting. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, misalnya, tinggal menunggu persetujuan mayoritas anggota DPR. RUU Permusikan bisa menunggu sampai naskah akademiknya disempurnakan dan pasal-pasalnya direvisi agar tak terkesan hendak mematikan musik sendiri.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya