Jangan Berhenti pada MLA

Penulis

Jumat, 8 Februari 2019 07:30 WIB

Menteri Hukum dan Hak Aak Asasi Manusia RI Yasonna Hamonongan Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter di Bernerhof, Bern, Swiss, Senin, 4 Februari. Istimewa

Penandatanganan perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau mutual legal assistance (MLA) antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss adalah langkah awal yang baik untuk upaya pengembalian aset hasil tindak pidana di negeri ini. Namun itu saja tidak cukup.

Perjanjian tersebut baru bermanfaat jika pemerintah mengambil langkah konkret untuk mendata dan memproses pengembalian aset-aset koruptor dan penjahat lain yang disembunyikan di Swiss. Harus diakui, selama ini program pengembalian aset hasil tindak pidana di Indonesia seolah-olah jalan di tempat: kerap didengungkan lembaga penegak hukum, tapi bertahun-tahun tak ada hasil berarti.

Padahal Swiss sudah membuka jalan untuk repatriasi aset hasil kejahatan sejak tujuh tahun silam. Pemberlakuan undang-undang Return of Illicit Assets Act pada 2011 di Swiss adalah undangan terbuka untuk negara-negara yang hartanya dilarikan penjahat dan disembunyikan di sana.

Aturan itu memungkinkan pemerintah Swiss membekukan dan mengembalikan aset yang diduga hasil korupsi ke negara asalnya. Mereka yang keberatan hanya bisa mempertahankan hartanya lewat pembuktian terbalik. Jika mereka bisa membuktikan kekayaan itu diperoleh secara legal, barulah perintah pembekuan dicabut.

Ketika awal diberlakukan, sejumlah negara dengan agresif merespons undang-undang itu. Tak perlu waktu lama sebelum Nigeria berhasil merebut kembali US$ 1,2 miliar yang disembunyikan bekas pemimpinnya, Jenderal Sani Abacha, di sebuah bank di Swiss. Tim pemburu harta koruptor dari Uganda dan Ghana juga berhasil menyita berbagai aset mereka di Inggris dan Prancis.

Advertising
Advertising

Di Indonesia, yang terjadi justru sebaliknya. Tim pemburu harta koruptor gagal terus menyelamatkan triliunan aset yang disembunyikan di luar negeri. Sejak awal berdiri pada 2006, tim pemburu koruptor hanya bisa menangkap dan memulangkan satu buron saja, yaitu mantan Direktur Bank Servitia David Nusa Wijaya. Terpidana kasus korupsi dana BLBI senilai Rp 1,3 triliun ini ditangkap di Amerika Serikat pada 2006. Dia kemudian ditahan, namun tak semua asetnya disita.

Kendala utama yang dihadapi tim pemburu harta koruptor selama ini adalah lemahnya mekanisme kerja sama antarnegara untuk pengembalian aset terpidana. Karena itu, penandatanganan perjanjian bantuan hukum timbal balik antara Indonesia dan Swiss ini bisa membawa harapan perbaikan.

Apalagi perjanjian yang terdiri atas 39 pasal itu dengan rinci mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan, hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. MLA ini juga dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan, termasuk pengembalian aset hasil kejahatan yang diduga banyak disimpan di bank-bank di Swiss. Meski tak disebutkan terbuka dalam konferensi pers, perjanjian ini juga diusulkan bersifat retroaktif. Prinsip ini memungkinkan aparat menjangkau tindak pidana yang telah terjadi sebelum adanya perjanjian, sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.

Memang bukan hal mudah bagi pemerintah untuk melacak dana-dana tersebut, apalagi membuktikannya sebagai hasil kejahatan. Kesepakatan MLA ini seharusnya menjadi momentum untuk mendorong perbaikan sistem agar pengembalian aset hasil kejahatan bisa lebih mangkus di masa depan. (*)

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya