Bahaya Neo-Kekaryaan Tentara

Penulis

Kamis, 7 Februari 2019 07:00 WIB

Pejabat baru Pangdam Jaya/Jayakarta Mayjen TNI Eko Margiono (kanan) bersama pejabat lama Mayjen TNI Joni Supriyanto (kiri) saat apel bersama sertijab di Markas Kodam Jaya/Jayakarta, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

RENCANA Tentara Nasional Indonesia menempatkan perwira aktif di kementerian dan lembaga sipil adalah niat yang berbahaya. Kebijakan ini mengancam supremasi sipil yang diamanatkan konstitusi dan Undang-Undang TNI. Langkah itu juga mengkhianati reformasi TNI yang bertujuan membentuk tentara yang makin profesional.

Prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi seharusnya tidak dirusak hanya gara-gara ratusan perwira tinggi dan menengah menganggur. Mengamendemen Undang-Undang TNI untuk memberikan jalan keluar atas penumpukan perwira tersebut amat berlebihan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepatutnya menolak keinginan itu, bukan malah memberi angin.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, yang ingin merevisi Pasal 47 Undang-Undang TNI, sebaiknya pula berpikir ulang. Pasal yang membatasi keterlibatan perwira aktif di lembaga sipil ini sebetulnya bertujuan menjaga profesionalisme tentara. Perwira TNI hanya boleh menempati jabatan antara lain di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, serta Badan Intelijen Negara. Melonggarkan aturan itu agar perwira TNI bisa bertugas di semua lembaga dan kementerian sama saja kembali ke zaman Orde Baru.

Penempatan personel TNI di lembaga sipil merupakan ide kuno yang berlawanan dengan semangat demokrasi. Panglima TNI seperti ingin membawa tentara mundur ke zaman kegelapan, ketika militer menjalankan fungsi kekaryaannya dengan menempati pos-pos di lembaga sipil. Eksesnya sungguh buruk: tentara akhirnya terlibat pula dalam urusan sosial-politik, bahkan bisnis.

Solusi lain yang digagas pemerintah juga akan menciptakan masalah baru. Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI menyatakan bakal menciptakan sekitar 60 jabatan baru untuk menampung sebagian perwira yang menganggur. Berbagai posisi tersebut muncul dari pembentukan badan baru di lingkungan TNI, peningkatan status komando resor militer, dan kenaikan pangkat untuk jabatan tertentu. Sepintas ini merupakan jalan keluar yang bagus. Tapi penambahan posisi itu justru akan membuat struktur TNI makin gemuk dan kian membebani anggaran negara.

Advertising
Advertising

Reformasi TNI mengamanatkan agar militer memiliki organisasi yang ramping. Saat penyusunan Undang-Undang TNI bahkan sempat muncul gagasan agar komando teritorial dihapus. Komando teritorial, yang lahir pada masa perang gerilya, mudah disalahgunakan bagi militer untuk masuk ke wilayah sosial-politik. Pemerintah harus menyadari bahwa meningkatkan status komando resor militer berarti melanggengkan komando teritorial yang sejak dulu dipersoalkan.

Penumpukan perwira tak akan terjadi jika sejak awal pemerintah punya kalkulasi yang benar. Sejak reformasi TNI digulirkan dan tentara yang menempati jabatan sipil ditarik ke barak, kebutuhan untuk mengisi pos-pos struktural di tubuh militer semestinya bisa dihitung. Pola promosi pun tidak boleh sembarangan. Kebijakan buruk yang sering dilakukan, seperti mengorbitkan perwira junior secara cepat, perlu dihindari. Langkah ini membuat banyak perwira senior akhirnya tidak kebagian jabatan.

Solusi yang masuk akal tentu saja membenahi perencanaan kebutuhan personel TNI, bukan menciptakan jabatan baru atau mengaryakan perwira pada jabatan sipil. Untuk mengatasi penumpukan perwira sekarang, pemerintah bisa menawarkan pensiun dini atau alih status menjadi aparatur sipil negara. Solusi seperti ini akan melindungi profesionalisme tentara sekaligus menjaga tatanan demokrasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

35 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya