Pesan Penting Kaum Golput

Penulis

Rabu, 6 Februari 2019 11:45 WIB

Aliansi Pemuda Peduli Pemilu berunjuk rasa di gedung KPU, Jakarta, Rabu (25/3). Mereka mengajak masyarakat untuk tidak menjadi golongan Putih (Golput) tetapi harus menggunakan hak pilihnya untuk menyukseskan pemilu 2009. TEMPO/Imam Sukamto

KETIKA dua kubu calon presiden dalam Pemilihan Umum 2019 tergopoh-gopoh mengantisipasi menguatnya ajakan golput alias abstain di bilik suara, sejatinya mereka tengah melawan diri sendiri. Kerapnya perbincangan tentang golput di media sosial beberapa pekan terakhir bukan fenomena sesaat, melainkan kenyataan yang berasal dari keprihatinan yang lebih mendasar.

Isu golput belakangan menghangat akibat blunder tak perlu kedua kandidat. Lembaga pemantau media sosial, PoliticaWave, mencatat jumlah obrolan tentang golput naik drastis setelah Presiden Joko Widodo mengiyakan rencana pembebasan ulama garis keras Abu Bakar Ba’asyir, untuk kemudian diralat sehari kemudian. Polah Prabowo Subianto berdansa di pesta Natal kerabatnya juga memicu sekelompok pendukungnya berbincang soal golput.

Namun, sejak awal kampanye bergulir pertengahan tahun lalu, strategi elektoral kedua kandidat juga cenderung datar dan tak menggugah. Sang calon inkumben Joko Widodo lebih sibuk meredam serangan soal keislamannya ketimbang menyodorkan gagasan orisinal tentang isu-isu yang meresahkan publik, seperti korupsi, kesenjangan ekonomi, hak sipil kelompok minoritas, dan kerusakan lingkungan. Sedangkan penantangnya, Prabowo, terus bermain mata dengan kelompok intoleran sembari menggoreng isu ekonomi dengan data yang akurasinya kerap meragukan.

Walhasil, animo khalayak mengikuti proses kampanye pemilihan presiden terus menurun seiring dengan waktu. Hasil debat perdana para calon presiden 17 Januari lalu juga meneguhkan kecenderungan itu. Ibarat pertandingan tinju, baik Jokowi maupun Prabowo hanya berputar di tengah ring seraya sesekali melontarkan pukulan ringan. Perdebatan mereka miskin substansi dan tak menggairahkan penonton.

Sejumlah lembaga survei memastikan tren peningkatan golput ini. Hasil sigi lembaga survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis Januari lalu menunjukkan ada kenaikan 0,2 persen responden yang dengan sadar menyatakan diri tak akan memilih dibanding sebulan sebelumnya. Selain 1,1 persen responden yang terang-terangan mengaku golput itu, ada 9,2 persen yang belum memutuskan pilihannya dan sekitar 25 persen pemilih mengambang. Meski selisih elektabilitas Jokowi dengan Prabowo stagnan di angka 20 persen, menguatnya isu golput ini tampaknya lebih mengancam keterpilihan petahana ketimbang penantangnya.

Advertising
Advertising

Jika dirunut dari awal, menguatnya fenomena golput ini sebenarnya bermula dari perumusan aturan main pemilihan presiden dua tahun lalu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memastikan kompetisi menuju Istana tak lagi terbuka untuk semua orang. Aturan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah pemilu nasional praktis merampas hak pemilih dan partai politik menentukan sendiri calon presidennya. Politik elite dan campur tangan oligarki itulah yang berperan besar mengalienasi sebagian pemilih yang kini menyatakan diri golput.

Tentu peningkatan jumlah mereka yang golput ini patut disesali. Idealnya, pemilihan umum diikuti sebanyak mungkin warga negara yang telah memiliki hak pilih. Partisipasi yang tinggi akan memberikan mandat yang kuat buat presiden terpilih kelak. Apalagi jumlah warga yang golput ini konsisten naik dari pemilu ke pemilu. Pada pemilihan 2014, jumlahnya 29,01 persen atau lebih dari 53 juta pemilih. Jika ini dibiarkan, legitimasi keseluruhan proses demokrasi kita bisa terancam.

Langkah pertama untuk memperbaiki situasi ini adalah menyadari bahwa fenomena golput merupakan cermin dari problem sistemik dalam struktur demokrasi kita. Kondisi itulah yang membuat oligarki politik menguat dan rakyat kehilangan kedaulatan. Dengan teknologi digital, kemampuan warga biasa untuk mengorganisasi diri dan mengartikulasikan kepentingan politiknya seharusnya bisa didorong. Hanya dengan cara itu, model massa mengambang yang diwariskan Orde Baru bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya.

Perubahan mendasar juga harus dilakukan di level partai politik dan parlemen. Aturan ambang batas pencalonan presiden mesti direvisi buat memberikan kesempatan bagi semua calon yang kompeten untuk ikut berkompetisi. Syarat pembentukan partai politik dan model pemilihan anggota Dewan juga harus dipermudah agar semua warna di masyarakat kita yang majemuk terwakili dalam spektrum politik parlemen. Tanpa perombakan semacam itu, fenomena golput bakal terus menghantui kita, dari satu pemilu ke pemilu berikutnya.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

18 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

30 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

42 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

58 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya