Ancaman Golput dalam Pemilu

Penulis

Arya Fernandes

Senin, 4 Februari 2019 07:30 WIB

Ilustrasi golput. Rnib.org.uk

Arya Fernandes
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS

Seberapa mengancamkah angka golongan putih (golput) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 mendatang? Dugaan saya, tidak terlalu mengancam. Dari tahun ke tahun, orang yang tidak memilih karena alasan politik dan ideologi mengalami penurunan signifikan.

Bila dilihat dari sejumlah publikasi hasil survei, angka golput hanya berada di kisaran 2-3 persen dan tidak pernah menyentuh angka 5 persen. Survei teranyar Indikator Politik Indonesia pada Desember 2018 menunjukkan hanya 1,1 persen pemilih yang mengaku akan golput.

Menurut saya, hal yang paling mengkhawatirkan kita adalah menurunnya tingkat partisipasi pemilih. Angka partisipasi pemilih diukur dari selisih antara jumlah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap dengan pemilih yang menyalurkan hak pilihnya dalam pemilu.

Dari pemilu ke pemilu, tingkat partisipasi pemilih mengalami penurunan sejak 1999, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Tren partisipasi dalam pemilu presiden selalu mengalami penurunan, yaitu dari 79,76 persen (pemilu presiden putaran 1 2004) ke 74,44 persen (pemilu presiden putaran II 2004), dan turun lagi ke 72,09 persen (pemilu presiden 2009) dan 70 persen (pemilu presiden 2014).

Advertising
Advertising

Partisipasi dalam pemilu legislatif juga mengalami penurunan, dari 97,7 persen pada 1999 menjadi 70,99 persen pada 2009 dan 75,11 persen pada 2014.

Turunnya angka partisipasi pemilih ini membahayakan performa politik karena menunjukkan turunnya minat pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu dan tertarik dengan kegiatan-kegiatan politik. Menurunnya tingkat partisipasi juga menunjukkan turunnya tingkat kepercayaan pemilih bahwa pemilu adalah salah satu jalan untuk menentukan masa depan bernegara serta memberikan hadiah dan hukuman kepada inkumben.

Partisipasi politik publik, baik secara online maupun offline, mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Survei CSIS dalam dua tahun terakhir menunjukkan rendahnya minat publik untuk terlibat dalam aktivitas politik, baik secara offline maupun online.

Penurunan ketertarikan aktivitas offline tampak dari rendahnya partisipasi dalam menghadiri kampanye politik dan terlibat menjadi bagian dari relawan atau tim sukses. Sementara itu, turunnya minat dalam partisipasi online terlihat dari rendahnya aktivitas menandatangani petisi online, membaca berita online yang ada kaitannya dengan partai atau kandidat, serta me-like atau meneruskan berita politik.

Faktor apakah yang mempengaruhi tingkat partisipasi atau voter turn out? Dalam sejumlah literatur terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu, seperti sistem pemilu, integritas penyelenggara pemilu, kampanye politik, dan durasi (masa) kampanye.

Studi Sanz (2015) menunjukkan bahwa sistem pemilu mempengaruhi tingkat partisipasi dalam pemilu. Negara yang menggunakan sistem proporsional terbuka cenderung lebih tinggi tingkat partisipasinya, yakni sebesar 1-2 persen, dibanding negara yang menggunakan sistem proporsional tertutup. Faktor kandidat dalam sistem proporsional terbuka, menurut Sanz, dapat meningkatkan tingkat partisipasi dalam pemilu. Adapun Blais dan Carty (1990) melihat tingginya angka partisipasi dalam sistem proporsional dibanding sistem distrik.

Pendapat mengenai pengaruh integritas penyelenggara pemilu dengan partisipasi pemilih disampaikan oleh Birch (2010). Menurut dia, persepsi publik terhadap integritas, kepercayaan, dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu akan mempengaruhi tingkat partisipasi.

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat partisipasi adalah kampanye negatif. Sejumlah literatur mengkonfirmasi bahwa kampanye negatif menyebabkan pemilih non-partisan dan mengambang malas ke tempat pemungutan suara (TPS). Studi Kahn dan Kenny (1999) menunjukkan adanya hubungan antara kampanye negatif yang diterima oleh pemilih yang non-partisan serta tidak terafiliasi ke kandidat/partai tertentu dan tingkat partisipasi mereka dalam pemilu. Pemilih non-partisan diterpa kampanye negatif memiliki kecenderungan yang tinggi untuk tidak berpartisipasi dibanding pemilih loyal (core voters). Pemilih loyal biasanya tidak terpengaruh oleh informasi negatif.

Waktu kampanye yang panjang juga bisa mempengaruhi pemilih malas ke TPS. Kemalasan tersebut dipengaruhi oleh adanya kejenuhan politik yang timbul karena tidak adanya inovasi kampanye oleh kandidat. Komisi Pemilihan Umum menetapkan masa kampanye sekitar tujuh bulan, dari 23 September 2018 sampai 13 April 2019. Waktu kampanye yang panjang ini banyak dikeluhkan oleh calon legislator karena mereka mengeluarkan dana kampanye yang banyak dan sulitnya menjaga basis massa bila terdapat gempuran politik uang oleh calon lain. Studi Hill (2017) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara masa kampanye yang panjang dan partisipasi pemilih dalam pemilu. Masa kampanye yang pendek, menurut Hill, dapat meningkatkan partisipasi pemilih dibanding masa kampanye yang panjang.

Salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi pemilih adalah mendorong partai atau calon presiden mengubah model kampanye dengan menekankan pada aspek inovasi, visi, dan gagasan. Kita menunggu apakah partai dan kandidat mau berubah.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

31 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

43 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

58 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

59 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya