Menanggung Dampak Limbah Freeport

Penulis

Rabu, 30 Januari 2019 07:00 WIB

Divestasi Freeport Selesai pada Desember

Betapa mahal biaya pengambilalihan tambang Freeport oleh pemerintah yang dibungkus dengan nasionalisme semu. Lewat perusahaan negara, pemerintah mesti mengeluarkan duit senilai Rp 55,8 triliun untuk menguasai 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia. Kini, kita pun harus menanggung kerusakan lingkungan akibat limbah tambang alias tailing yang tidak dikelola dengan baik.

Sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis pada 2017, nilai kerugian lingkungan itu mencapai Rp 185 triliun. Kerusakan lingkungan terjadi karena tidak layaknya penampungan tailing di sepanjang Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Papua. Kerugian lingkungan di area hulu diperkirakan mencapai Rp 10,7 triliun, muara sekitar Rp 8,2 triliun, dan Laut Arafura Rp 166 triliun. Pelanggaran serius terjadi karena area penampungan tailing sebetulnya telah dibatasi hanya 230 kilometer persegi di wilayah hulu, tapi merembes hingga ke muara sungai.

Pemerintah semestinya menyelesaikan urusan itu saat tambang emas masih dikendalikan Freeport-McMoRan. Perusahaan itu seharusnya diberi sanksi berat. Masalah yang tidak dibereskan selama bertahun-tahun ini akhirnya menumpuk menjadi risiko lingkungan yang amat mahal. Saat negosiasi pengambilalihan Freeport, pemerintah pun kurang lihai menggunakan isu lingkungan ini sebagai senjata untuk menekan harga pembelian saham.

Freeport telah membuang limbah tambang area hulu Sungai Ajkwa sejak 1995. Dengan kapasitas produksi 300 ribu ton, menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan, rata-rata 230 ribu ton limbah dihasilkan setiap hari. Maklum, dari seluruh tanah yang dikeruk dan diolah perusahaan tambang ini, hanya 3 persen yang mengandung mineral. Sisanya sebagian besar dibuang. Melimpahnya tailing Freeport menyebabkan pencemaran air serta kerusakan hutan dan kebun sagu. Masyarakat setempat pun menjadi terisolasi.

Masyarakat di sekitar tambang boleh jadi terlena oleh besarnya santunan yang diberikan perusahaan tambang emas itu. Freeport rajin membagi-bagikan uang kerohiman kepada penduduk dengan nilai sekitar Rp 85 miliar per tahun. Dana kompensasi itu disalurkan lewat Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan Lembaga Masyarakat Adat.

Advertising
Advertising

Setelah memegang mayoritas saham Freeport lewat PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), pemerintah kini harus siap menanggung segala konsekuensinya. Pemerintah mesti membuktikan bahwa perusahaan itu bisa mengelola limbah dengan lebih baik. Kerusakan lingkungan yang lebih besar harus dicegah. Peta jalan penyelesaian masalah limbahhasil kesepakatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Freeportmesti benar-benar dijalankan. Urusan yang perlu segera dibereskan antara lain pengurangan sedimen non-tailing di area tambang dan pembangunan tanggul baru di bendungan penampungan agar tailing tidak merembes sampai jauh.

Dilihat dari segi lingkungan, opsi menurunkan produksi demi mengurangi tailing mungkin sangat masuk akal. Tapi hitung-hitungan ekonomi tentu lain. Jika produksi Freeport turun, pemasukan buat negara juga merosot. Apalagi pemerintah juga harus membuktikan bahwa investasi pembelian saham PT Freeport segera kembali atau balik modal.

Kini pemerintah mesti menyelesaikan semua pekerjaan rumah PT Freeport tanpa bisa menyalahkan pihak lain. Pemerintah juga harus memastikan tragedi lingkungan akibat limbah perusahaan ini tidak akan terulang.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

29 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

41 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

56 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

57 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya