Urun Biaya Jaminan Kesehatan

Penulis

Jumat, 25 Januari 2019 07:30 WIB

Suasana pelayanan di kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta.

Ribut-ribut mengenai urun biaya hanyalah puncak gunung es dari masalah yang dihadapi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kebijakan tambal-sulam ini bukan obat mujarab untuk mengatasi defisit keuangan penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut.

Aturan perihal urun biaya di luar premi yang diberlakukan mulai akhir tahun lalu itu akan diterapkan pada jenis pelayanan kesehatan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan. Tujuannya untuk mengurangi moral hazard, terutama oleh peserta mandiri, misalnya menambah layanan yang tidak disarankan. Hanya, langkah ini jangan sampai menjadi alasan untuk membatasi layanan utama bagi peserta jaminan.

Agar tidak menimbulkan kekisruhan, sudah selayaknya BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan mendetailkan jenis pelayanan kesehatan yang akan dikenai ketentuan urun biaya tersebut. Peserta yang selama ini menerima bantuan iuran semestinya tidak dikenai skema urun biaya. Pasien JKN harus dididik mengenai pelayanan yang tidak dijamin.

Pemerintah juga harus mengawasi dan menghentikan praktik urun biaya tidak resmi. Sudah menjadi rahasia umum, urun biaya siluman dikenakan kepada peserta JKN. Fasilitas kesehatan meminta biaya tambahan kepada peserta dengan dalih tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan atau obatnya tidak tersedia. Semua kelompok peserta, termasuk orang miskin ataupun peserta penerima bantuan iuran, mesti menanggung biaya tambahan ini.

Pro-kontra perihal urun biaya dalam program jaminan kesehatan tak perlu terjadi bila pemerintah konsisten menerapkan prinsip asuransi. Sejak program ini bergulir, pemerintah seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa sistem jaminan kesehatan nasional ini pada dasarnya adalah skema asuransi. Selain berhak mendapat jaminan pembiayaan, masyarakat punya kewajiban membayar premi yang masuk akal. Jika tidak, sampai kapan pun penerimaan BPJS tak akan pernah cukup untuk menutup seluruh biaya dokter, obat, dan pelayanan rumah sakit.

Advertising
Advertising

Persoalan muncul ketika pejabat dan politikus membicarakan skema jaminan iniatas nama politikseolah-olah sebagai fasilitas kesehatan dari negara. Maka, timbul kesan BPJS Kesehatan harus menanggung seluruh biaya pengobatan dan perawatan semua peserta, tanpa kecuali. Padahal skema asuransi ada batasnya. Pemahaman yang keliru ini harus diluruskan.

Membagi beban dengan pasien, dengan cara menaikkan iuran, merupakan jalan keluar yang logis untuk mengatasi penyakit kronis BPJS Kesehatan. Persoalannya, besaran premi peserta BPJS Kesehatan hingga kini lebih rendah dari perhitungan aktuaria. Hingga 2017, rata-rata nilai iuran yang disetor setiap peserta per bulan lebih rendah Rp 5.625 dibandingkan dengan biaya klaim untuk melayani mereka. Pemerintah tidak jadi menaikkan iuran karena khawatir timbul kegaduhan. Padahal seharusnya besaran iuran ditinjau setiap dua tahun.

Pemerintah harus rasional. Skema urun biaya hanyalah obat jangka pendek yang tak bisa mengatasi defisit secara berkelanjutan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya