Peci dan Demokrasi

Penulis

Bandung Mawardi

Jumat, 25 Januari 2019 07:00 WIB

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto, usai Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. Debat tersebut mengangkat tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. ANTARA

Bandung Mawardi
Kuncen Bilik Literasi

Ingatan akan tokoh mungkin ditentukan oleh benda yang dikenakan di kepala. Benda itu dinamai peci, kopiah, topi, atau surban. Sekian tokoh setia memilih tutup kepala sebagai penjelasan identitas, ideologi, dan religiositas. Di Indonesia, sejarah benda di atas kepala itu sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam.

Pengenaan tutup kepala terdokumentasi di relief candi dan kitab sastra. Keinginan mengetahui tutup kepala di masa silam bisa dibaca dalam buku Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Candi Zaman Majapahit: Pandangan Baru terhadap Fungsi Religius Candi-candi Periode Jawa Timur Abad ke-14 dan ke-15 (2014) garapan Lydia Kieven. Semula, ia beranggapan topi cuma persoalan mode busana. Penelitian ke Candi Jago, Candi Surowono, Candi Penataran, Candi Selotumpuk, Candi Gajah Mungkur, Candi Yudha, Candi Penampilan, dan Candi Selokelir mengubah anggapan itu. Kieven mulai terpikat narasi dalam relief figur bertopi. Figur itu penting untuk menguak sejarah, mengantar kita menelusuri selebrasi imajinasi mengacu ke cerita Panji. Topi tak cuma urusan busana, tapi juga menjelaskan status sosial, identitas, religiositas, pekerjaan, situasi batin, politik, dan asmara.

Hal itu bersambung ke awal abad XX. Kita mengingat kaum muda bingung memilih tutup kepala dalam mengungkapkan tanah asal, modernitas, dan nasionalisme. Abdul Rivai, Tjipto Mangoenkoesoemo, Mas Marco Kartodikromo, Semaoen, Sukarno, dan kaum elite terpelajar mulai mempertimbangkan jenis tutup kepala dan dampaknya. Kita membedakan mereka dari kebiasaan mengenakan blangkon, peci, dan topi. Pemberi makna besar atas tutup kepala adalah Sukarno, sejak ia muda dan menempuhi jalan politik pada 1920-1930-an. Ia memilih peci. Tutup kepala itu dipropagandakan sebagai makna revolusioner dan kepribadian Indonesia.

Sukarno mengakui peci itu sebagai simbol populisme. Dalihnya memilih peci saat adalah: "Aku memutuskan untuk mempertalikan diriku dengan sengaja kepada rakjat djelata." Peci menjadi komunikasi dalam gerakan nasionalisme (Cindy Adams, 1966). Seruan Sukarno: "Kita memerlukan suatu lambang daripada kepribadian Indonesia. Petji jang memberikan sifat khas perorangan ini, seperti jang dipakai oleh pekerdja-pekerdja dari bangsa Melaju, adalah asli kepunjaan kita…. Ajolah saudara-saudara, mari kita angkat kita punja kepala tinggi-tinggi dan memakai petji ini sebagai lambang Indonesia merdeka!" Sejak itu ada sejenis pengesahan politik-kultural, peci melambangkan nasionalisme dan identitas kebangsaan Indonesia.

Advertising
Advertising

Buku Soekarno: Arsitek Bangsa (2012) susunan Bob Hering memuat 125 foto Sukarno berpeci. Kita melihat Sukarno memang sering berpeci dalam berbagai kesempatan, sejak masih mahasiswa di Bandung pada 1926 hingga membaca teks proklamasi pada 1945.

Peci tak melulu berkaitan dengan politik atau revolusi. Pada tahun-tahun setelah merdeka, Indonesia ingin "terhibur" dari kecamuk dan derita berkepanjangan akibat perang. Di Yogyakarta dan Solo, hiburan itu adalah dagelan. Pada masa revolusi, ada lelaki asal Yogyakarta malah mengajak orang-orang tertawa, jeda dari pekik dan tangisan. Ia bernama Basiyo. Peran pelawak itu diceritakan Karkono Partokoesoemo dalam Kagoenan Djawi terbitan Kolff-Buning, Yogyakarta. Pengisahan dilengkapi foto Basiyo saat masih muda. Lihat, pelawak itu berpeci! Ia tampak ganteng dan rapi meski memiliki pikiran-pikiran yang sering menimbulkan gempa tawa di Jawa selama 1930-an sampai 1970-an. Penampilan itu membuktikan bahwa peci sudah menjadi keutamaan bagi manusia Indonesia, dari pelawak sampai penguasa.

Kegandrungan mengenakan peci terus berkembang. Lakon demokrasi di Indonesia kini malah sudah khas dengan peci. Para presiden, menteri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan pejabat sering berpeci di acara-acara resmi. Foto formal mereka pun berpeci.

Kampanye Sukarno tampaknya berhasil, tapi makna peci gampang dimanfaatkan di pelbagai kasus politik atau hukum. Pada masa setelah keruntuhan rezim Orde Baru, pengungkapkan kasus-kasus korupsi mengantar ratusan orang masuk ke pengadilan. Mereka sering memilih mengenakan peci. Pemandangan itu membuat publik marah dan kecewa. Publik membandingkan kebiasaan para koruptor: sebelum dan setelah di sidang. Mereka mendadak mengenakan peci dalam sidang-sidang berlagak saleh, bertobat, atau santun. Para koruptor berpeci itu memicu tawa dan marah.

Nanti, empat tokoh akan berpeci di lembaran surat suara resmi produksi Komisi Pemilihan Umum untuk dicoblos pada 17 April 2019. Peci tetap bercerita tentang demokrasi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

33 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

45 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

7 Maret 2024

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

6 Maret 2024

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya