Taat Aturan Pembebasan Ba'asyir

Penulis

Selasa, 22 Januari 2019 07:30 WIB

Abu Bakar Baasyir. AP/Achmad Ibrahim

Rencana Presiden Joko Widodo membebaskan terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir seharusnya tetap berpedoman pada aturan. Tak hanya mencederai rasa keadilan, keputusan melepaskan Ba’asyir dengan dalih alasan kemanusiaan bisa menjadi preseden buruk dan mengacaukan sistem hukum.

Mantan pemimpin Jamaah Islamiyah yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, itu akan bebas pada Kamis mendatang. Terpidana 15 tahun kasus terorisme sejak 2011 ini divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menilai dia terbukti melatih dan mendanai sejumlah aksi terorisme serta memberi pengaruh kepada aktor serangan bom di sejumlah tempat.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ada tiga pilihan untuk bisa membebaskan seorang narapidana dari penjara, yakni bebas murni, grasi, dan bebas bersyarat. Dihitung dari lama hukumannya, masa bebas murni Ba’asyir baru akan tuntas pada 2023. Grasi juga tidak mungkin diberikan oleh Presiden, karena Ba’asyir tidak pernah mengajukan permohonan.

Opsi yang paling mungkin adalah pembebasan bersyarat. Sesuai dengan aturan, Ba’asyir sudah memenuhi syarat mendapat fasilitas ini karena telah menjalani dua pertiga masa hukuman pada 13 Desember lalu. Namun, untuk terpidana terorisme, ada sejumlah syarat khusus untuk mendapatkan bebas bersyarat. Salah satunya adalah pernyataan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kenyataannya, Ba’asyir menolak syarat khusus ini. Dengan demikian, seharusnya pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah, ini tak bisa mendapat pembebasan bersyarat. Amat disayangkan jika Presiden mengesampingkan hal pokok ini dan tetap membebaskan Ba’asyir dengan pertimbangan alasan kemanusiaan.

Advertising
Advertising

Tindakan mengabaikan syarat khusus ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 yang mengatur soal ini. Kendati kedudukannya di atas menteri, presiden tetap tidak bisa mengangkangi peraturan tersebut. Memperoleh fasilitas bebas bersyarat tentu saja hak setiap narapidana, termasuk Ba’asyir. Namun mekanismenya harus tetap berpedoman pada aturan hukum.

Presiden akan dituding melakukan intervensi terhadap supremasi hukum jika tetap memaksakan pembebasan bersyarat Ba’asyir. Upaya hukum ini bisa dijalankan hanya jika Ba’asyir mengubah sikapnya dan meneken ikrar setia kepada NKRI. Jika ia berkukuh, Presiden tak bisa menggunakan alasan apa pun untuk mengambil alih keputusan bebas bersyarat Ba’asyir.

Dengan sejumlah keganjilan itu, pemaksaan pembebasan Ba’asyir sulit berkelit dari tudingan sebagai politik elektoral Jokowi, sekaligus upaya pemerintah untuk lepas dari tuduhan melakukan kriminalisasi terhadap ulama.

Sebenarnya ada cara lain yang bisa ditempuh Presiden untuk membebaskan Ba’asyir tanpa harus menabrak aturan. Presiden bisa memberikan amnesti, karena ini wilayah prerogatifnya. Berbeda dengan grasi, amnesti merupakan pengampunan hukuman dari kepala negara untuk terpidana, tanpa harus mengajukan permohonan. Presiden semestinya mengambil langkah ini, karena pembebasan Ba’asyir terkesan lebih merupakan keputusan politik.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya