Transparansi Harta Wakil Rakyat

Penulis

Selasa, 22 Januari 2019 07:00 WIB

Sejumlah anggota dewan memainkan telepon genggamnya saat berlangsungnya Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Nusantara II, Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, (12/4). TEMPO/Tony Hartawan

Ketidakpatuhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat di pusat dan daerah dalam melaporkan harta kekayaan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi sungguh memprihatinkan. Tak hanya jadi contoh buruk, perilaku semacam ini juga kontraproduktif bagi gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sepanjang tahun lalu, komisi antikorupsi mencatat hanya 21,42 persen dari 536 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Tingkat kepatuhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahkan lebih parah. Ada empat DPRD provinsi yang semua anggotanya tak menyerahkan laporan kekayaan sama sekali. Mereka adalah anggota DPRD DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Ini bukan tren baru. Dalam lima tahun terakhir, kepatuhan para legislator menyerahkan LHKPN sungguh buruk. Rapor mereka hanya membaik pada 2017, ketika lebih dari 90 persen legislator pusat melaporkan kekayaan, tapi kembali anjlok pada tahun berikutnya. Ketidakpatuhan serupa tak ditemukan pada pejabat publik di lembaga lain. Sekitar 66 persen pejabat eksekutif dan 85 persen pejabat badan usaha milik negara sudah melaporkan hartanya.

Rendahnya kesadaran anggota Dewan dalam melaporkan harta kekayaan terkait dengan tidak adanya sanksi tegas untuk mereka. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya mengatur sanksi administratif bagi pejabat yang tidak melapor. Di lingkungan eksekutif, yudikatif, serta badan usaha milik negara dan daerah, sanksi itu bisa dikaitkan dengan kebijakan sumber daya manusia di lembaganya. Model sanksi semacam ini tak mempan untuk wakil rakyat.

Laporan kekayaan itu sangat penting untuk mencegah korupsi. Transparansi harta penyelenggara negara merupakan salah satu alat utama untuk mendeteksi perilaku lancung pejabat publik. Apalagi korupsi di badan legislatif masih menjadi masalah kronis di negeri ini. Menurut data KPK, sepanjang 2004-2018, dari total 911 orang yang terjerat korupsi, seperempatnya merupakan legislator di pusat dan daerah.

Advertising
Advertising

Untuk itu, sudah saatnya sistem pelaporan harta kekayaan anggota DPR dan DPRD diubah. Demi mempermudah wakil rakyat, KPK bisa bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar surat pemberitahuan pajak tahunan para legislator, misalnya, diperlakukan sebagai LHKPN. Dengan demikian, anggota Dewan tak perlu repot lagi menyusun dua laporan harta ke dua institusi.

Selain itu, sanksi tegas bagi mereka yang tidak melaporkan kekayaan perlu dipikirkan. Di Albania, misalnya, pejabat yang tak melaporkan kekayaannya akan dihukum kurungan enam bulan. Di Thailand, mereka yang lalai akan dibebastugaskan dari jabatan. Tanpa sanksi pidana yang tegas, kepatuhan para legislator sulit diperbaiki. Berbeda dengan pejabat publik di lembaga lain, para anggota DPR tak punya atasan ataupun kebijakan promosi, mutasi, dan demosi. Walhasil, tidak ada pilihan selain merevisi undang-undang yang mengatur soal ini.

Sementara menunggu revisi peraturan, KPK bisa mulai mempublikasikan nama-nama pejabat yang tak menyerahkan LHKPN. Selain memberikan efek jera, bagi para legislator yang mencalonkan diri kembali di Pemilihan Umum 2019, pengumuman itu bisa mengurangi peluang mereka terpilih kembali.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

6 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

27 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

35 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

39 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

54 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

55 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya