Usut Dugaan Kartel Penerbangan

Penulis

Senin, 21 Januari 2019 07:30 WIB

Sejumlah penumpang turun dari pesawat di Bandara APT Pranoto, Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis, 20 Desember 2018. PT Angkasa Pura II memperkirakan terjadi lonjakan penumpang pesawat pada periode libur Natal dan Tahun Baru 2019 mencapai 7,6 juta penumpang, atau naik 10,5 persen. ANTARA

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus segera menyelidiki dugaan kartel dan perilaku usaha tak sehat dalam bisnis penerbangan. Kekompakan maskapai penerbangan menaikkan harga tiket rute domestik hingga mendekati batas atas layak dicurigai sebagai buah persekongkolan harga yang dilarang oleh undang-undang.

Kenaikan tarif berlangsung mulai November tahun lalu, mendekati puncak masa angkutan liburan akhir tahun. Sejatinya, kenaikan tarif di masa-masa ini adalah hal biasa di tengah kenaikan jumlah penumpang dan tingginya biaya operasi. Namun, tak seperti tahun-tahun sebelumnya, harga tiket rute domestik yang tinggi bertahan hingga musim liburan usai. Bahkan tarifnya melampaui tarif penerbangan internasional, seperti ke Malaysia dan Singapura.

Kondisi ini memicu protes konsumen. Pemerintah akhirnya meminta maskapai mengevaluasi harga tiket, yang diikuti oleh ketetapan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) untuk menurunkan tarif beberapa rute 20-60 persen.

Tapi turunnya harga tiket bukan berarti perkara selesai. KPPU mesti membongkar dugaan kartel dalam industri penerbangan ini hingga tuntas. Apalagi ini bukan pertama kali tudingan kartel dialamatkan kepada perusahaan penerbangan. Sepuluh tahun lalu, KPPU pernah menjatuhkan sanksi kepada sembilan perusahaan. Mereka dinyatakan bersalah lantaran bersepakat mengenai biaya bahan bakar yang dibebankan kepada penumpang. INACA akhirnya mencabut kesepakatan mereka dan hukuman dianulir Mahkamah Agung pada 2012.

Hal lain yang perlu dievaluasi oleh KPPU dan pemerintah adalah struktur pasar industri penerbangan nasional, yang kini cenderung oligopolistik Setelah terjadinya konsolidasi Sriwijaya Air dengan grup usaha Garuda Indonesia, rute penerbangan domestik dikuasai dua kelompok besar, Garuda Indonesia dan Lion Air, dengan penguasaan pasar masing-masing sekitar 50 persen dan 42,9 persen. Kondisi ini rentan menimbulkan praktik persaingan usaha yang tidak sehat, termasuk kartel dan monopoli. Penggabungan usaha yang diikuti rangkap jabatan direksi dan komisaris kedua perusahaan juga mesti diusut sebagai dugaan pelanggaran undang-undang tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tak sehat.

Advertising
Advertising

Dalam bisnis yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, seperti industri penerbangan, praktik kartel wajib diperangi. Dampak persekongkolan, seperti penerapan harga di luar kewajaran oleh para pemain utama, jelas merugikan konsumen. Secara makro, mahalnya harga tiket pesawat dapat menjadi ancaman lantaran berkali-kali menjadi faktor utama pendorong inflasi.

Mahalnya tarif pesawat juga kontraproduktif terhadap upaya pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat dan mengerek sektor pariwisata sebagai motor penggerak perekonomian nasional di tengah lesunya ekspor.

Kondisi bisnis penerbangan memang sedang kurang baik lantaran rupiah yang melemah serta adanya lonjakan harga bahan bakar. Tapi itu bukan alasan bagi pelaku industri penerbangan untuk bersekongkol mengerek harga tiket setinggi-tingginya. Inovasi dalam bisnis dan efisiensi-misalnya dengan mengevaluasi rute yang tak menguntungkan dan pemangkasan jumlah pesawat-mungkin bisa menjadi jalan keluar di tengah iklim bisnis yang kurang kondusif.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

25 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

37 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

52 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

53 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya