Malasnya Melaporkan Harta

Penulis

Jumat, 18 Januari 2019 07:16 WIB

Berkas Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) terbaru milik Cawagub nomor urut tiga Sandiaga Uno yang diberikan kepada Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK, Cahya Harefah sebelum meninggalkan Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, 21 Maret 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Kemalasan penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaannya harus dikikis dengan membikin aturan yang lebih ketat. Sanksi bagi pelanggar pun harus jelas. Mayoritas pejabat dan anggota legislatif mengabaikan kewajiban ini karena longgarnya aturan.

Salah satu contoh buruk diperlihatkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Tak satu pun dari 106 anggota Dewan DKI menyerahkan laporan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus yang sama terjadi di DPRD Provinsi Lampung, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Data dalam situs KPK pun memperlihatkan fenomena yang menyedihkan. Tingkat kepatuhan pejabat dan politikus kita amat rendah dalam melaporkan hartanya. Di kalangan eksekutif, hanya 9,95 persen yang melaporkan harta. Adapun di yudikatif sebanyak 4,67 persen, dan di lembaga legislatif, yang meliputi anggota DPR dan DPRD, hanya 4,5 persen.

Komisi antikorupsi perlu secara serius mengkaji hal itu. Kewajiban melaporkan harta jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sistem pelaporan harta merupakan aspek penting dalam pencegahan korupsi. Jika aspek ini diabaikan, tugas KPK akan semakin berat dalam memerangi korupsi.

Cara melapor yang rumit sering dijadikan alasan oleh penyelenggara negara yang enggan melaporkan hartanya. Keluhan ini perlu diperhatikan, dengan membuat sistem yang lebih simpel. KPK juga bisa bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk bisa mengakses laporan pajak. Harta para pejabat dan politikus sebetulnya sudah tecermin dari laporan pajak mereka.

Advertising
Advertising

Pembenahan aturan pun diperlukan. Aturan bahwa “setiap penyelenggara negara wajib melaporkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat” selama ini bagikan macan ompong. Pelaporan semestinya dilakukan paling lambat dua bulan setelah dilantik. Masalahnya, tidak ada sanksi administratif yang jelas dan baku bagi pelanggar kewajiban ini.

Kebijakan lainnya juga tidak mendukung sistem pencegahan korupsi itu. Misalnya aturan mengenai pencalonan anggota legislatif. Semula Komisi Pemilihan Umum hendak memasukkan pelaporan kekayaan sebagai salah satu syarat wajib bagi calon legislator. Belakangan, aturan ini dilonggarkan setelah diprotes kalangan partai politik. Menurut KPU, kewajiban itu akan dijadikan syarat pelantikan anggota legislatif. Hanya, efektivitas kebijakan ini juga masih diragukan sepanjang tidak ada sanksi.

Pemerintah perlu memperkuat aturan pelaporan harta penyelenggara negara agar lebih efektif. Jika perlu, dengan mengajukan revisi undang-undang. Sanksi administrasi, seperti tidak bisa dilantik sama sekali atau tak mendapat gaji sebelum melaporkan harta, bisa dipertimbangkan. Tanpa sanksi berat, kewajiban melaporkan harta akan selalu diabaikan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

26 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

38 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

53 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

54 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya